AHMADIYAH

Mengenal Ahmadiyah

Lembar sejarah telah lama mencatat, hampir pada tiap generasi didapati orang-orang yang mengaku sebagai nabi. Kejadian tersebut tidak terjadi pada masa ini saja, bahkan di saat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup pun muncul seorang yang mengaku sebagai Nabi yang bernama Musailamah yang dijuluki Al-Kadzdzab (si pendusta) dari negeri Yamamah. Nabi palsu ini pun sempat menyusun ‘wahyu’ tandingan yang diakuinya sebagai wahyu dari Allah untuk menandingi Al-Qur’an yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Orang yang mengaku sebagai nabi telah bermunculan dan terus akan muncul sebagaimana telah dikabarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Tidaklah hari kiamat ditegakkan, hingga keluar sekitar 30 para dajjal pendusta. Masing-masing mereka mengaku dirinya sebagai Rasul.” (HR Al-Bukhari no. 3340, Muslim no. 5205 dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu).

Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas telah terbukti sejak beliau masih hidup sampai masa kini. Di antara mereka adalah sosok yang bernama Mirza Ghulam Ahmad dengan sektenya yang diberi nama Jema’at Ahmadiyah.
Mereka mengatasnamakan Islam. Namun kenyataan yang ada begitu gencar serangan mereka terhadap agama Islam, baik di negeri kita maupun di negeri lainnya. Berbagai paham ‘nyeleneh’ dihembuskan kelompok ini di tengah kaum muslimin. Tak heran jika akhirnya kelompok ini difatwa kafir oleh para ulama dan dicap sebagai agama baru di luar Islam.


MENGENAL PENDIRI AGAMA AHMADIYAH
Agama ini didirikan oleh seorang yang bernama Mirza Ghulam Ahmad. Dia dilahirkan pada hari jum’at 13 Februari 1835 M/14 Syawwal 1250 H di desa Qodian, India. Kemudian mendirikan Ahmadiyah di Qodian pada tahun 1889 sejak mengaku telah berjumpa dengan Allah dan mendapatkan ‘wahyu’ palsu yang berbunyi:
يَا أَحْمَدُ بَارَكَ الله فِيْكَ
“Wahai Ahmad!Allah telah memberi berkah kepadamu.” (Kitab ‘suci’ Ahmadiyah; Tadzkiroh, 1907:43-70)
Kemudian setelah itu ia giat mengarang ayat-ayat palsu yang sebagian besarnya meniru ayat-ayat yang ada dalam kitab suci Al-Qur’an milik umat Islam.
Ketika mengaku sebagai nabi, Allah ‘azza wa jalla  timpakan bala’ kepadanya berupa berbagai penyakit menakutkan, seperti penyakit beser (terus-menerus kencing), lemah badan, Kolera yang menyebabkan orang ini mati, dan berbagai penyakit lainnya. Bahkan saking parahnya penyakit tersebut, dalam semalam ia bisa kencing sebanyak seratus kali. (Lihat Firoqun Mu’ashiroh, 2/494)
Berbagai penyakit tersebut menyebabkan ingatannya terganggu sampai pada tingkatan yang sangat parah. Bahkan menurut pengakuannya sendiri, berkali-kali ia berjumpa dengan seseorang namun ia selalu lupa dengan orang tersebut. (Lihat Al-Maktubat Al-Ahmadiyyah, 2/7)
Sebelum meninggal, penyakit kolera yang menjangkitinya menyebabkan mulutnya sering mengeluarkan benda-benda najis. Hingga pada akhirnya ia meninggal dunia pada tanggal 26 Mei 1908 di Lahore dalam keadaan terkapar di kamar mandi (WC) saat sedang buang hajat. Kemudian jenazahnya dikuburkan di Qodian, India. (Lihat Al-Qodiyaniyah 158, Khoshoishul Mushthofa 255)
Semasa hidupnya ia dikenal seorang yang memiliki akhlak jelek. Lisannya dikotori dengan perkataan yang tidak sepantasnya dilontarkan oleh seorang yang mengaku nabi, terkhusus terhadap orang-orang yang terang-terangan menyelisihi pendapatnya. Hal ini dibuktikan dengan pernyataannya terhadap para ulama yang selalu membimbing manusia di atas jalan yang lurus: “Tidak didapati di dunia ini sesuatu yang lebih najis dari babi. Tetapi para ulama yang menyelisihi pendapatku, mereka lebih najis dari babi-babi. Wahai para ulama, para pemakan bangkai yang memiliki roh yang najis!!” (Lihat Anjamu Atsim Lil Ghulam 21, Firoqun Mu’ashiroh 2/495)

WAHYU BARU VERSI AHMADIYAH
Para ulama sepakat -dari dulu hingga sekarang- bahwa siapa saja yang menambah-nambah atau mengurangi ayat dalam Al-Qur’an maka ia telah kafir keluar dari Islam. Karena Islam merupakan agama yang telah disempurnakan oleh Allah dengan berakhirnya kenabian hingga Nabi Muhammad. Allah ‘azza wa jalla berfirman (artinya):
“Pada hari ini telah Kusempurnakan bagi kalian agama kalian dan telah Kucukupkan bagi kalian nikmat-Ku dan telah Kuridhoi Islam itu sebagai Agama kalian.” (QS. Al-Maidah: 3)
Akan tetapi bagi kalangan Ahmadiyah, tidak cukup hanya menambah atau menguranginya saja, bahkan mereka memiliki kitab ‘suci’ sendiri yang mereka namakan dengan Tadzkiroh. Lengkapnya adalah Tadzkiroh Ya’ni Wahyun Muqoddasun Ru’ya Wa Kusyufa Hadhratu Masihu Mau’udu ‘Alaihissholatu Was Salam (Tadzkiroh, yaitu wahyu yang suci, mimpi dan kasyaf Hadhrat Masih yang di janjikan, sholawat dan salam atasnya)
Contoh ayat-ayat palsu yang ada dalam Tadzkiroh, kitab ‘suci’ versi mereka di antaranya adalah:
1. Dalam Tadzkiroh ayat 637, berbunyi:
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ قَريْباَ مِنَ الْقَادِيَانِ وَبِالْحَقَِ أَنْزَلْنَاهُ وَبِالْحَقَِ نَزَلَ
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya dekat dengan Qodian (India). Dengan kebenaran Kami menurunkannya dan dengan kebenaran Kami turunkan.”
2. Dalam Tadzkiroh hal. 436:
أَنْتَ مِنَِيْ بِمَنْزَلَةِ أَوْلاَدِيْ - أَنْتَ مِنَِي وَأَنَا مِنْكَ - عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ مَقَاماً مَحْمُوْدًا
“Engkau (Mirza Ghulam Ahmad) di sisi-Ku seperti kedudukan anak-anak-Ku. Engkau dari Aku dan Aku dari engkau. Mudah-mudahanAllah membangkitkan engkau pada tempat yang terpuji.”
Dan berbagai ayat palsu lainnya dalam kitab Tadzkiroh yang ia karang menurut selera hawa nafsunya. Para pembaca, lihatlah! Ini merupakan kekufuran yang nyata. Jelas-jelas mereka berupaya keras membuat kitab suci tandingan yang berbeda dengan kitab suci umat Islam. Apakah masih kita menduga bahwa ini hanyalah perbedaan penafsiran semata atau ini hanya permasalahan khilafiyah yang tak perlu dipermasalahkan?! Hanya kepada Allah ‘azza wa jalla kita mengadu.
Sungguh, Rasulullah telah menyampaikan seluruh risalah yang diwahyukan kepadanya dan membimbing manusia dengan wahyu ilahi. Wahyu tersebut telah berakhir dan sempurna dengan wafatnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tidak ada sedikit pun problema umat, kecuali telah diterangkan oleh beliau. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (artinya):
“Sungguh kalian Aku tinggalkan dalam keadaan terang benderang (jelas), malamnya bagaikan siang hari. Tidak ada seorang pun yang menyelisihinya kecuali pasti ia akan binasa.” (HR. Ahmad no. 16519. Disahihkan oleh Al-Imam Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 937)

KENABIAN VERSI AHMADIYAH
Menurut Ahmadiyah, kenabian tetap berlangsung terus-menerus dan wahyu tetap turun hingga hari kiamat. Mereka menganggap bahwa Allah terus mengutus nabi setelah diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan lebih dari itu, mereka menganggap bahwa Mirza Ghulam Ahmad lebih utama dan lebih mulia dari seluruh Nabi ‘alaihimus salam. Hal ini sebagaimana diucapkan oleh khalifah ke-2 yang bernama Mirza Basyiruddin Mahmud. (Lihat Shohifatul Fadhl 14/291, Firoqun Mu’ashiroh 2/536)
Pembaca yang mulia, ketahuilah bahwa tidak ada satu pun ulama yang berakidah seperti akidah Ahmadiyah di atas. Karena Allah ‘azza wa jalla telah berfirman (artinya):
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kalian, tetapi ia adalah Rasulullah dan penutup para Nabi.” (QS. Al-Ahzab: 40)
Para ulama ahli tafsir bersepakat, bahwa kalimat: “Khotamun Nabiyyiin” pada ayat di atas maknanya adalah PENUTUP PARA NABI, sebagaimana yang dinyatakan oleh Al-Imam Al-Baghawi, Ath-Thabari, Asy-Syaukani, As-Sa’di dan ahli tafsir lainnya. Berkata Al-Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya: “Sungguh Allah telah mengabarkan dalam Al-Qur’an dan juga Rasulullah dalam hadits-haditsnya dengan gamblang bahwa tidak akan ada Nabi lagi yang di utus oleh Allah ‘azza wa jalla setelah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sungguh kalian telah mengetahui pula bahwa setiap orang yang mengaku berkedudukan seperti Nabi, maka dia adalah pendusta, dajjal, sesat dan menyesatkan.” (Tafsir Ibni Katsir, 3/599)
Oleh karena itu para ulama telah sepakat, bahwa siapapun yang mengaku sebagai nabi setelah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam maka ia telah KAFIR.

TEMPAT SUCI AGAMA AHMADIYAH
Selain Makkah dan Madinah, ternyata kaum Ahmadiyah memiliki tempat suci lainnya yang berbeda dengan kaum muslimin, yaitu Qodian yang terletak di India. Mereka meyakini bahwa yang dimaksud dengan Masjid Al-Aqsha yang merupakan salah satu tempat suci umat Islam adalah Masjid Qodian, India.
Selain itu, mereka mengerjakan haji Akbar bukan ke negeri Makkah, namun mereka melakukannya di Qodian, India. Oleh karena itulah, Mirza Ghulam Ahmad tidak pernah naik haji ke Makkah. Disebutkan dalam Shohifatul Fadhl Al-Qodiyaniyah:
“Berhaji ke Makkah tanpa melakukannya ke Qodian (India) adalah haji yang hampa, karena berhaji ke Makkah saat ini tidaklah mengantarkan kepada risalah haji tersebut dan tidak memenuhi tujuan haji.” (Al-Qodiyani Wal Qodiyaniyah. Lihat Firoqun Mu’ashiroh, 2/547)
Dan masih ada segudang keyakinan dan pendapat kufur lainnya yang tidak cukup untuk kami sebutkan pada tulisan singkat ini. Karena itu, kami menghimbau kaum muslimin dengan beberapa hal penting, antara lain:
1. Mengajak kaum Ahmadiyah untuk segera bertaubat kepada Allah ‘azza wa jalla dan kembali kepada akidah dan manhaj salafush shalih.
2. Mengajak seluruh kaum muslimin untuk mewaspadai gerakan Ahmadiyah serta gagasan-gagasannya. Salah satu usaha terpenting adalah dengan membentengi diri, keluarga, putra-putri, dan pendidikan mereka dengan akidah Islam yang murni, yakni akidah yang bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah (ajaran) Nabi sesuai dengan apa yang telah dipahami dan diyakini oleh generasi terbaik umat ini, yaitu para shahabat Nabi, tabi’in dan tabi’ut tabi’in.
3. Menghimbau kaum muslimin untuk menyikapi kaum Ahmadiyah dengan cara yang benar sesuai koridor tuntunan Al-Qur’an dan petunjuk Nabi serta para shahabatnya. Bukan dengan cara-cara anarkis.
Hendaklah selalu berkoordinasi dengan pemerintah dan tidak bertindak sendiri-sendiri, karena akibatnya hanya akan merugikan Islam dan kaum muslimin.
4. Selalu berdo’a kepada Allah agar pemerintah Indonesia diberi taufik dan hidayah, serta kekuatan untuk berani melarang dan memberantas gerakan Ahmadiyyah dan seluruh gerakan serta aliran yang menyimpang dari Al-Qur`an dan As-Sunnah hingga ke akar-akarnya. Juga agar bisa melaksanakan Syari’at Islam sesuai dengan bimbingan Al-Qur`an dan Sunnah (ajaran) Rasulullah, serta Khulafa`ur Rasyidin. Amin.
Semoga Allah ‘azza wa jalla menyelamatkan diri kita, keluarga, dan bangsa ini dari bahaya gerakan Ahmadiyah yang kini semakin berani menyebarkan kekufurannya di negeri ini, Amin.
Sumber : http://www.assalafy.org/mahad/?p=578


Fatwa Ulama Zaman tentang Kafirnya Orang Mengaku Nabi
Dikumpulkan oleh: Redaksi Buletin Jumat Al Atsariyah
Di zaman ini Allah menurunkan ujian keimanan bagi kaum muslimin untuk menguji siapakah diantara mereka yang beriman dengan benar, dan mana yang kafir atau munafiq. Ujian itu adalah munculnya seorang yang mengaku nabi, tapi nabi palsu!!
Wahai Pembaca yang budiman, ketahuilah bahwa keyakinan ini adalah kekafiran yang nyata berdasarkan dalil-dalil shohih sebagaimana yang telah kami bawakan dalam dua edisi lalu.
Kafirnya orang yang mengaku nabi dan orang yang membenarkannya merupakan perkara yang telah disepakati oleh para ulama’ salaf, dan ulama’-ulama’ setelahnya. Kenapa kafir? Jawabnya, karena ia telah mendustakan firman Allah -Ta’ala-,
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. (QS.Al-Ahzab : 40)
Allah telah menyatakan bahwa tak ada lagi nabi setelah Nabi Muhammad -Shollallahu ‘alaihi wasallam-, sedang orang yang mengaku nabi dan orang yang membenarkannya malah menyatakan bahwa masih ada !! Ini adalah pendustaan dan kekafiran yang ada dalam hati mereka !!
Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,
“Tak akan tegak hari kiamat sampai ada beberapa kabilah diantara ummatku akan bergabung dengan orang-orang musyrikin; sampai ada beberapa kabilah diantara ummatku akan menyembah berhala. Sesungguhnya akan ada di antara ummatku 30 tukang dusta, semuanya mengaku bahwa ia adalah nabi. Akulah penutup para nabi, tak ada lagi nabi setelahku”. [HR. Abu Dawud (4253), At-Tirmidziy (2219), Ahmad (22448), Ibnu Hibban (7238), Al-Hakim (8390), Ath-Thobroniy dalam Al-Ausath (8397), dan Musnad Asy-Syamiyyin (2690),Abu Nu’aim (2/289), dan Asy-Syaibaniy dalam Al-Ahad wa Al-Matsaniy (456). Hadits ini di-shohih-kan Al-Albaniy dalam Takhrij Al-Misykah (5406)]
Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
“Sesungguhnya kerasulan dan kenabian telah terputus. Maka tak ada lagi rasul, dan nabi setelahku”. [HR. At-Tirmidziy (2272), Ahmad (13851), Al-Hakim (8178), Abu Ya’laa (3947), dan Ibnu Abi Syaibah (30457). Hadits ini di-shohih-kan oleh Al-Albaniy dalam Shohih Al-Jami’ (1627), dan Al-Irwa’ (8/128)]
Selain itu, dalam beberapa atsar dari sahabat menyebutkan bahwa Abu Bakr setelah diangkat jadi khalifah, maka tugas yang pertama kali beliau laksanakan adalah mengirim pasukan menuju Qabilah Bani Hanifah untuk memerangi orang-orang yang murtad dari Islam yang dilakoni oleh Musailamah si Pendusta dan pengikutnya.
Inilah sebabnya para ulama’ kita dari zaman ke zaman mengeluarkan pernyataan tegas kafirnya orang yang mengaku nabi, dan orang-orang yang membenarkannya, baik dari kalangan pengikutnya, maupun dari luar pengikutnya.
Imam Ahli Sejarah Islam, Abu Bakr Muhammad bin Ishaq bin Yasar Al-Madaniy-rahimahullah- berkata, “Awal kemurtadan di kalangan bangsa Arab adalah (terjadi pada diri) Musailamah di negeri Al-Yamamah pada Bani Hanifah, Al-Aswad bin Ka’ab Al-Ansiy di negeri Yaman di masa hidupnya Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam-. Juga telah keluar Thulaihah bin Khuwailid Al-Asadiy di kalangan Bani Asad dalam keadaan mengaku nabi”.[HR. Al-Baihaqiy dalam Al-Kubro (16504)]
Jadi, di zaman para sahabat, mereka meyakini bahwa orang yang mengaku nabi dan membenarkannya adalah kafir sehingga Abu Bakr mengirim pasukan untuk memberangus mereka sebagaimana juga beliau mengirm pasukan menuju kaum yang murtad akibat mengingkari wajibnya zakat.
Al-Imam Asy-Syafi’y-rahimahullah- berkata, “Orang-orang yang murtad setelah wafatnya Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- ada dua macam. (1)Diantaranya, ada suatu kaum yang kafir setelah masuk Islam, seperti Thulaihah, Musailamah, Al-Ansiy, dan pengikut mereka. (2)Diantaranya, ada suatu kaum yang berpegang dengan Islam, namun mereka menahan (tak mau bayar) zakat”.[Lihat Al-Umm (4/303)]
Kafirnya orang yang mengaku nabi sudah menjadi aqidah yang jelas dan kokoh dalam hati kaum muslimin. Oleh karena itu, dalam setiap kurun waktu para ulama’ kita tanpa ragu telah menjelaskan kekafiran mereka.
Al-Qodhi Abul Fadhl Iyadh bin Musa Al-Yahshobiy-rahimahullah- berkata, “Demikian pula orang yang mengakui kenabian seorang bersama Nabi kita -Shollallahu ‘alaihi wasallam-, atau setelahnya, seperti sekte Al-Isawiyyah dari kalangan Yahudi yang berpendapat khususnya kerasulan Nabi Muhammad -Shollallahu ‘alaihi wasallam- pada orang Arab; seperti juga sekte bathiniyyah Al-Khormiyyah yang berpendapat langgengnya kerasulan; seperti kebanyakan sekte Rofidhoh (Syi’ah)yang berpendapat tentang keikutsertaan Ali bersama Nabi Muhammad -Shollallahu ‘alaihi wasallam- dalam kerasulan, dan setelahnya…Demikian pula setiap orang yang mengaku dapat wahyu di antara mereka, sekalipun ia tak mengaku nabi… Mereka ini semuanya adalah kafir lagi mendustakan Nabi Muhammad -Shollallahu ‘alaihi wasallam-, karena beliau -Shollallahu ‘alaihi wasallam-telah mengabarkan bahwa beliau adalah penutup para nabi, tak ada lagi nabi setelah beliau; beliau juga telah mengabarkan dari Allah -Ta’ala- bahwa dia adalah penutup para nabi, dan diutus kepada seluruh manusia “.[Lihat Asy-Syifa bi Ta’rif Huquq Al-Mushthofa (2/236)]
Saking jelasnya perkara tertutupnya pintu kenabian setelah Nabi Muhammad -Shollallahu ‘alaihi wasallam-, dan kafirnya orang yang mengaku nabi, sampai diantara ulama’ kita ada yang mencap kafir orang yang ragu, dan tak tahu bahwa pintu kenabian telah tertutup setelah Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- .
Al-Allamah Ibnu Nujaim Al-Hanafiy-rahimahullah- berkata, “Jika seseorang tak mengetahui bahwa Muhammad -Shollallahu ‘alaihi wasallam- adalah nabi yang paling akhir, maka ia bukan muslim, karena perkara seperti ini adalah termasuk perkara pasti (jelas)”.[Lihat Al-Asybah wa An-Nazho’ir (192), cet. Darul Kutul Al-Ilmiyyah]
Kekafiran orang-orang yang mengaku nabi, dan juga orang-orang yang membenarkannya, sudah disepakati oleh para ulama kita.
Al-Allamah Ali Al-Qoriy-rahimahullah- berkata, “Pengakuan kenabian setelah Nabi kita -Shollallahu ‘alaihi wasallam- merupakan kekafiran menurut ijma’ “.[Lihat Syarh Al-Fiqh Al-Akbar (hal.244), cet. Darul Kutub Al-Ilmiyyah]
Al-Imam Mahmud Syukri Al-Alusiy-rahimahullah- berkata, “Kondisi Nabi Muhammad -Shollallahu ‘alaihi wasallam- sebagai penutup para nabi termasuk perkara yang disebutkan oleh Al-Kitab, dijelaskan oleh Sunnah, dan disepakati oleh ummat. Orang yang mendakwakan selain ini, maka ia kafir; dibunuh jika ia tetap demikian”. [Lihat Ruhul Ma’aniy (22/41)]
Muhammad bin Alyusy Al-Malikiy berkata, “Seorang akan kafir karena ia mengaku ada sekutu, yaitu seorang yang menyertai kenabian Nabi kita Muhammad -Shollallahu ‘alaihi wasallam-”. [Lihat Syarh Minah Al-Jalil (4/464)]
Al-Imam Abu Zakariya Yahya bin Syarof An-Nawawiy-rahimahullah- berkata, “Jika seorang mengaku nabi setelah Nabi kita -Shollallahu ‘alaihi wasallam- atau membenarkan orang yang mengaku nabi…, maka semua ini adalah kekafiran”.[Lihat Roudhoh Ath-Tholibin (10/64-65)]
Al-Khothib Asy-Syarbiniy-rahimahullah- berkata, “Barang siapa yang meniadakan para rasul seraya berkata, “Allah tidak pernah mengutus mereka”, atau ia meniadakan kenabian seorang nabi, atau ia mengaku nabi setelah Nabi kita Muhammad -Shollallahu ‘alaihi wasallam-, atau ia membenarkan orang yang mengaku nabi, atau ia berpendapat bahwa kenabian bisa diusahakan, dan diraih tingkatannya dengan kesucian hati, atau ia (ngaku) diberi wahyu, sekalipun tidak mengaku nabi…maka ia kafir”.[Lihat Mughni Al-Muhtaj (4/135)]
Al-Imam Ibnu Qudamah Al-Hambaliy-rahimahullah- berkata, “Barang siapa yang mengaku nabi atau ia membenarkan orang yang mengaku nabi, maka ia sungguh telah murtad, karena Musailamah tatkala ia mengaku nabi, lalu ia dibenarkan oleh kaumnya, maka mereka menjadi murtad”.[Lihat Al-Mughni (8/150)]
Syaikhul Islam Ahmad bin Abdil Halim Al-Harroniy-rahimahullah- berkata, “Sudah dimaklumi bahwa barangsiapa yang berdusta atas nama Allah, seperti ia mengaku sebagai rasulullah (utusan Allah) atau nabiyullah (nabi Allah) atau ia mengabarkan berita (wahyu) dari Allah, ia dusta di dalamnya, seperti Musailamah, Al-Ansiy, dan sejenisnya dari kalangan nabi-nabi palsu, maka sesungguhnya ia kafir halal darahnya”.[Lihat Ash-Shorim Al-Maslul (hal.148)]
Manshur Al-Bahutiy Al-Hambaliy-rahimahullah- berkata, “Barangsiapa yang mengaku nabi atau ia membenarkan orang yang mengaku nabi, maka ia kafir, karena ia telah mendustakan Allah dalam firman-Nya,
“tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. (QS.Al-Ahzab : 40)
Orang ini telah mendustakan hadits yang berbunyi,”Tak ada lagi nabi setelahku”. [Lihat Syarh Muntaha Al-Irodat (3/386)cet. Darul Ifta’]
Inilah beberapa fatwa ulama’ terdahulu yang menjelaskan kepada kita tentang bahaya aqidah orang-orang yang mengaku nabi. Akibatnya seorang dengan pengakuan seperti itu akan menjadi kafir, keluar dari agama Islam.
Sebenarnya disana masih banyak sederetan nama-nama ulama yang mutaqoddimin maupun mutakhirin yang belum sempat kami sebutkan. Akan tetapi apa yang telah kami nukil, lebih dari yang cukup.
Semoga apa yang kami nukilkan berupa fatwa-fatwa para ulama’ yang masyhur bisa menjadi penguat bagi orang-orang yang beriman, dan batu sandungan yang membinasakan para dajjal cilik yang mengaku nabi, sehingga mereka merasa berang, dan marah dengan ilmu yang kami sebar melalui buletin ini. Mudah-mudahan tulisan ini merupakan wujud kpedulian kami terhadap nasib, dan aqidah ummat. Sebab sebagian orang dengki menuduh Ahlus Sunnah tak punya kepedulian kepada ummat.

Sumber : Buletin Jum’at Al-Atsariyyah edisi 44 Tahun I. Penerbit : Pustaka Ibnu Abbas. Alamat : Pesantren Tanwirus Sunnah, Jl. Bonto Te’ne No. 58, Kel. Borong Loe, Kec. Bonto Marannu, Gowa-Sulsel. HP : 08124173512 (a/n Ust. Abu Fa’izah). Pimpinan Redaksi/Penanggung Jawab : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Dewan Redaksi : Santri Ma’had Tanwirus Sunnah – Gowa. Editor/Pengasuh : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Layout : Abu Muhammad Mulyadi. Untuk berlangganan/pemesanan hubungi : Ilham Al-Atsary (085255974201). (infaq Rp. 200,-/exp)


Perbedaan antara Muslimin dengan Ahmadiyah

Oleh: Al-Lajnah Ad-Daimah
Pertanyaan:
Apa perbedaan antara muslimin dengan Ahmadiyah?
Jawab:
Perbedaan antara mereka, bahwa muslimin adalah orang yang beribadah kepada Allah semata dan menjadi pengikut Rasulnya Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam dan beriman bahwa dialah shalallahu ‘alaihi wasallam penutup para nabi dan tidak ada nabi setelahnya. Adapun ahmadiyah adalah orang yang mengikuti Mirza Ghulam Ahmad, mereka adalah orang-orang kafir dan bukan muslimin, karena mereka meyakini bahwa Mirza adalah nabi setelah Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam. Dan barangsiapa yang berkeyakinan seperti ini maka dia kafir menurut seluruh ulama muslimin, berdasarkan firman Allah jalla wa’ala
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. (QS. Al ahzab: 40)
Dan berdasarkan hadits yang shahih dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau bersabda (yang artinya): “Aku adalah penutup nabi-nabi, tidak ada nabi setelahku”.(Diriwayatkan oleh Al Imam Ahmad, Al Bukhari, Muslim dan Abu daud)
Hanyalah kepada Allah ‘azza wa jalla kita memohon taufik-Nya.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam beserta keluarga dan para shahabatnya.

Lajnah Da’imah lil Buhuts Al Ilmiyah wal Ifta’
(Komisi tetap dewan fatwa dan penelitian ilmiyah)
Anggota; Abdullah bin Qu’ud dan Abdullah bin Ghudayyan.
Wakil ketua; Abdurrazzaq Afifi.
Ketua; Abdulaziz bin Abdullah bin Baz
(sumber: Fatwa Lajnah Ad-Da’imah (2/314)

Dinukil dari artikel yang berjudul:
“Ajaran Kafir Ahmadiyah”
Dengan sedikit pengeditan tanpa mengubah makna
Sumber:

Agama Baru Ahmadiyah

Oleh: Lajnah Ad-Daimah
Soal:
Apa hukum agama baru dan para pengikutnya, yaitu agama yang disebut dengan Ahmadiyah
Jawab:
Sudah ada hukum dari pemerintah Pakistan berkaitan dengan kelompok ini, bahwa mereka telah keluar dari Islam. Juga dari Rabithah ‘Alam Islami di Makkah Al Mukarramah bahwa mereka keluar dari Islam dan dari Mu’tamar Al Munadzdzamat Al Islamiyah yang diadakan di Rabithah pada tahun 1394 H. Dan telah terbit tulisan yang menerangkan prinsip kelompok ini, bagaimana dan kapan lahirnya dan yang lain sebagainya yang menerangkan akan hakikat mereka.
Kesimpulannya; mereka adalah kelompok yang meyakini bahwa Mirza Ghulam Ahmad kebangsaan India adalah nabi yang mendapat wahyu dan tidak sah iman seseorang sampai ia beriman dengannya (Mirza). Dan orang ini kelahiran kurun ketiga belas. Allah jalla wa’ala telah mengabarkan di dalam kitab-Nya yang mulia bahwa Nabi kita Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam adalah penutup para nabi dan para ulama Islam telah sepakat demikian. Maka barangsiapa meyakini ada nabi lagi yang mendapat wahyu dari Allah jalla wa’ala setelah beliau shalallahu ‘alaihi wasallam maka ia kafir karena berarti ia telah mendustakan Al Qur’an dan hadits-hadits yang shahih dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam yang menunjukkan bahwa beliau adalah penutup para nabi dan menyelisihi ijma’ kaum muslimin.
Hanyalah kepada Allah kita memohon taufik-Nya.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam beserta keluarga dan para shahabatnya.

Lajnah Da’imah lil Buhuts Al Ilmiyah wal Ifta’
(Komisi tetap dewan fatwa dan penelitian ilmiyah)
Anggota; Abdullah bin Qu’ud dan Abdullah bin Ghudayyan.
Wakil ketua; Abdurrazzaq Afifi.
Ketua; Abdulaziz bin Abdullah bin Baz
(sumber: Fatawa Al Lajnah Ad-Daimah (2/312)

Dinukil dari artikel yang berjudul:
“Ajaran Kafir Ahmadiyah”
Dengan sedikit pengeditan tanpa mengubah makna
Sumber: 

Ahmadiyah Masih dalam Pagar Islam?

Oleh: Lajnah Ad Daimah
Soal:
Kami meminta penjelasan dari Lajnah tentang hukum Islam terhada aliran Qaadiyani (Ahmadiyah), dan klaim mereka tentang Nabi Ghulam Ahmad Al Qadiyani. Kami juga memohon kepada Lajnah untuk bisa mengirimkan buku-buku yang berkenaan dengan aliran ini karena saya ingin mempelajarinya.
Jawab:
Kenabian telah ditutup oleh Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, sehingga tidak ada lagi nabi setelah beliau, inilah yang sesuai dengan Al Quran dan As Sunnah. Jadi barang siapa yang mengklaim sebagai nabi setelah Rasulullah, maka dia adalah pendusta. Dan di antara mereka adalah Ghulam Ahmad Al Qadiyani. Pengakuan dia sebagai nabi adalah pengakuan yang dusta. Begitu juga klaim orang-orang Qadiyan (Ahmadiyah) bahwa Ghulam Ahmad adalah Nabi adalah klaim yang keliru.
Dan Dewan Ulama Saudi Arabia telah mengeluarkan fatwa bahwa Qadiyaniyun ini adalah aliran yang kafir karena keyakinannya.
Wabillahi taufik, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, keluarga, serta para sahabatnya.

Lajnah Daimah (Dewan Fatwa)

Ketua: Asy Syaikh Abdul Aziz bin Baaz
Wakil: Asy Syaikh Abdurrazzaq Afifi
Anggota: Asy Syaikh Abdullah Al Ghudayyan
Anggota: Asy Syaikh Abdullah bin Quud

(Fataawa al-Lajnah ad-Daa.imah lil-Buhooth al-’Ilmiyyah wal-Iftaa., – Volume 2, Page 313, Fatwa No.4317)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih telah membaca artikel kami. Silahkan berkomentar dengan sopan.