Download Rekaman dan Transkrip Dauroh: Kemuliaan dan Kehormatan Darah Seorang Muslim di Sisi Allah























Bismillahirrahmaanirrahiim

No
Nama Kajian
Ukuran (MB)
1
Pembukaan dan Sambutan
2.4
2
Sesi 1 oleh Ustadz Muhammad
13
3
Sesi 2 oleh Ustadz Muhammad
5.1
4
Sesi Tanya-Jawab oleh Ustadz Muhammad
4.1


Artikel tambahan (bikan transkrip): 

Menjaga Kesucian Darah Harta dan Kehormatan Sesama Muslim Ukhuwah Islamiyah

(ditulis oleh: Al-Ustadz Muhammad Umar As-Sewed)

Di antara perkara yang sering merusak ukhuwah Islamiyah ialah adanya sikap dari sebagian kita yang tak mau memaklumi bila saudaranya berbuat salah atau keliru. Padahal kesalahan yang dilakukan oleh seseorang itu bisa jadi karena lupa, salah paham, bodoh, karena belum tahu ilmunya atau karena terpaksa sehingga berbuat demikian.

Sikap pukul rata (gebyah uyah) ini banyak terjadi di kalangan kaum muslimin, bahkan juga di kalangan Ahlus Sunnah. Ketika ada orang yang berbuat salah, bukannya dinasihati atau diingatkan, malah dihadapi dengan sikap permusuhan. Terkadang digelari sebutan-sebutan yang jelek atau malah ia dijauhkan dari kaum muslimin.

Sikap yang lebih ekstrim dlm masalah ini adalah apa yang ditunjukkan kelompok Khawarij. Mereka lebih tak bisa melihat saudaranya yang berbuat kesalahan. Orang yang terjatuh dlm perbuatan dosa, dlm pandangan mereka, telah terjatuh dlm kekafiran hingga halal darah & hartanya.

Kondisi ini tentu akan bermuara pada pecahnya ukhuwah di kalangan umat Islam. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah t berkata: “Tidak boleh mengkafirkan seorang muslim dgn sebab sebuah dosa atau kesalahan yang ia kerjakan, selama ia masih menjadi ahlul qiblat (masih shalat). Seperti dlm masalah-masalah yang masih diperselisihkan kaum muslimin di mana mereka berpendapat dgn suatu pendapat yang kita anggap salah, maka tak bisa kita mengkafirkannya. Karena Allah l memberi udzur kepada mereka. Allah l berfirman:

آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ آمَنَ بِاللهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ رُسُلِهِ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ. لَا يُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ

“Rasul telah beriman kepada Al-Qur`an yang diturunkan kepadanya dari Rabb mereka, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, & rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): ‘Kami tak membeda-bedakan antara seorangpun (dengan yang lain) dari rasul rasul-Nya’, & mereka mengatakan: ‘Kami dengar & kami taat’. (Mereka berdoa): ‘Ampunilah kami ya Rabb kami & kepada Engkaulah tempat kembali’.” Allah tak membebani seseorang melainkan sesuai dgn kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya & ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): ‘Ya Rabb kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Rabb kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Rabb kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami pikul. Maafkanlah kami; ampunilah kami; & rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir’.”  (Al-Baqarah: 285)

Disebutkan dlm riwayat yang shahih (HR. Muslim dari Abu Hurairah dlm Shahih beliau) bahwa Allah telah mengabulkan doa para nabi & doa orang-orang beriman ini. Sehingga diangkatlah pena dari orang-orang yang berbuat kesalahan karena lupa atau karena ia tak mengerti ilmunya. Juga bagi orang yang tak sanggup memikul suatu beban.”

Orang-orang Khawarij tak mau membedakan hal-hal tersebut. Menurut mereka, barangsiapa berbuat dosa maka dia menentang Al-Qur`an. Barangsiapa menentang Al-Qur`an berarti menentang Allah l & barangsiapa menentang Allah l berarti dia kafir. Mereka menyamakan semua perbuatan salah & menganggapnya sebagai kekafiran.

Syaikhul Islam melanjutkan: “Khawarij yang telah salah dlm hukum ini oleh Rasulullah diperintahkan utk diperangi.
Rasulullah n bersabda:

لَئِنْ أَدْرَكْتُهُمْ قَتَلْتُهُمْ قَتْلَ عَادٍ

“Sungguh jika aku sempat menjumpai mereka, aku akan perangi mereka, aku akan tumpas layaknya kaum Aad.” (Muttafaqun alaihi)
Allah l juga memerintahkan utk memerangi mereka. Allah l berfirman:


وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الْأُخْرَى فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِيءَ إِلَى أَمْرِ اللهِ

“Kalau ada dua kelompok kaum mukminin berperang maka damaikanlah keduanya. Kalau salah satunya memberontak, maka perangilah mereka sampai mereka kembali kepada Allah.” (Al-Hujurat: 9)

Ketika Ali bin Abi Thalib z benar-benar menjumpai orang-orang Khawarij, maka beliau bersama para sahabat pun memerangi mereka. Begitupun seluruh imam baik dari generasi sahabat, tabi’in, atau setelah mereka sepakat bahwa Khawarij itu harus diperangi. Namun Ali bin Abi Thalib z tak mengkafirkan mereka.

Begitu pula sahabat yang lain seperti Sa’d bin Abi Waqqash z & lainnya, mereka juga memerangi orang-orang Khawarij. Namun mereka tetap menganggap Khawarij itu sebagai kaum muslimin. Sehingga cara memeranginya pun berbeda dgn memerangi orang kafir. Bila orang kafir diperangi maka hartanya menjadi ghanimah, wanita & anak-anak mereka menjadi tawanan. Sedangkan memerangi Khawarij tak demikian. Mereka hanya diperangi sampai mereka mau kembali ke jalan Allah l & kembali taat kepada penguasanya.

Ali bin Abi Thalib z memerangi Khawarij setelah terbukti mereka menumpahkan darah & merampas harta kaum muslimin dgn zalim. Ali bin Abi Thalib z berkata: “Demi Allah, aku akan perangi mereka sampai tak tidak tersisa 10 orang pun di antara mereka.”
Ketika para sahabat menyebut mereka sebagai kafir, maka Ali z berkata:


لاَ، مِنَ الْكُفْرِ فَرُّوْا

“Tidak. Mereka justru lari dari kekufuran.”

Sikap orang-orang Khawarij yang demikian yakni khawatir terjatuh pada kekafiran inilah yang menyebabkan mereka memiliki sikap ekstrim dlm melihat perbuatan dosa.  Apa akibatnya? Terjadilah perpecahan & pertumpahan darah di tengah-tengah  kaum muslimin.

Kesesatan Khawarij yang telah jelas diterangkan oleh nash & disepakati kaum muslimin –bahkan membuat mereka boleh diperangi– tak menyebabkan mereka boleh utk dikafirkan. Apalagi beragam kelompok lain yang bermunculan pada masa ini, di mana mereka dihinggapi berbagai kekeliruan & kebodohan, maka mereka tak bisa utk dikatakan sebagai kafir. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang bodoh yang tak tahu tentang apa yang diperselisihkan.”

Inilah perbedaan antara Khawarij dgn Ahlus Sunnah. Khawarij menganggap kafir kaum muslimin, & khususnya Ahlus Sunnah, karena dianggap sebagai kelompok yang pro thaghut (pro pemerintah). Namun demikian kita tetap tak mengkafirkan mereka. Inilah bijaknya Ahlus Sunnah. Mereka berjalan dgn ilmu, bukan dgn emosi. Mereka mengetahui bahwa hukum asal darah kaum muslimin adalah terjaga. Begitu pula dgn kehormatan & harta kaum muslimin, semuanya terjaga.

Nabi n menyatakan dlm hadits shahih yang diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari & Muslim saat Haji Wada, beliau n berkata:

فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا، فِي شَهْرِكُمْ هَذَا، فِي بَلَدِكُمْ هَذَا إلَى يَوْمِ تَلْقَوْنَ رَبَّكُمْ

“Sungguh darah, harta, & kehormatan kalian adalah suci seperti sucinya hari ini (hari Arafah), seperti sucinya bulan ini (bulan Dzulhijjah) & seperti sucinya negeri ini (Makkah), hingga hari kalian bertemu Rabb kalian.” (Muttafaqun ‘alaih)

Karena itu kita jangan sampai terjerumus ke dlm kesalahan yang sama dgn Khawarij. Yaitu tak membedakan antara orang yang salah karena lupa, tak tahu atau terpaksa, dgn para penentang Sunnah. Hingga akhirnya kita menyamaratakan & menyikapi mereka dgn sikap yang sama, yaitu memusuhi & menjatuhkan kehormatannya.

Kita harus menjaga agar darah kaum muslimin tak tertumpah dgn cara yang dzalim, begitu pula dgn harta & kehormatan mereka. Karena darah, harta, & kehormatan kaum muslimin adalah suci sebagaimana sucinya Hari Arafah, sucinya Kota Mekkah, & bulan Dzulhijjah. Kita harus menjaga kemuliaan darah, harta, & kehormatan kaum muslimin sebagaimana kita menjaga kemuliaan hari Arafah, Kota Makkah, & bulan Dzulhijjah.

Dalam permasalahan ini memang ada pengecualian. Seperti dibolehkan utk menumpahkan darah kaum muslimin karena qishash, hukum rajam bagi pelaku zina yang sudah menikah, atau karena seseorang keluar dari agama Islam (murtad) yang tentunya semua ini dilakukan oleh penguasa. Ini adalah perkara pengecualian yang dibolehkan utk menumpahkan darah seorang muslim. Dalam permasalahan harta, dibolehkan saat mengambilnya dlm rangka menjalankan perintah zakat. Sedangkan dlm masalah kehormatan, dibolehkan utk menerangkan keadaan seorang mubtadi’ (ahlul bid’ah) -yang memiliki pemikiran berbahaya dlm masalah agama- di muka umum, sehingga umat Islam selamat dari pemikirannya.

Yang tak kalah penting utk diperhatikan adalah masalah harta. Seluruh kaum muslimin harus saling menjaga harta saudaranya. Jangan sampai kita merampas harta orang lain secara dzalim, jangan menipu, atau berhutang dgn niat utk tak membayar. Semua perbuatan ini juga terlarang sebagaimana terlarangnya menumpahkan darah kaum muslimin.

Sungguh merupakan kejadian yang benar-benar memalukan jika ada seorang yang mengaku Ahlus Sunnah memakan harta saudaranya dgn cara yang dzalim dlm masalah perdagangan atau hutang piutang hingga terjadi permusuhan di antara mereka. Terjadi saling boikot, saling tahdzir, saling mencela, & sebagainya hanya karena semata-mata masalah uang. Masalah ini bisa menjadi besar & berbahaya, yang semuanya berawal hanya karena tak dijaganya harta sesama muslim.

Untuk urusan menumpahkan darah sesama muslim, barangkali Khawarij yang paling ahli. Namun utk urusan memakan harta sesama muslim dgn cara yang dzalim, melanggar kehormatan saudaranya yang mestinya jangan sampai dilanggar, ternyata terjadi juga di kalangan orang-orang yang mengaku Ahlus Sunnah.

Karena itu saya wasiatkan kepada kita semua & kaum muslimin, takutlah kepada Allah l. Kita bicara tentang Khawarij, bahwa mereka itu kelompok sesat yang telah melanggar hadits Rasulullah n tentang larangan menumpahkan darah sesama muslim dgn cara yang dzalim, sementara di saat yang sama kita pun melanggar hadits tersebut pada sisi yang lain.

Perbuatan mengambil harta sesama muslim dgn cara yang batil atau melanggar kehormatannya, merupakan dua keharaman yang memiliki kedudukan sama sebagaimana larangan menumpahkan darah seorang muslim dgn cara yang batil. Karena tiga masalah ini disebutkan oleh Rasulullah n dlm satu hadits di atas sebagai perkara yang harus dijaga & tak boleh dilanggar.

Mari kita mulai dari yang kecil. Kita jaga kehormatan kaum muslimin, kita hormati sesama Ahlus Sunnah dgn tak saling mengghibah & mencari aib saudaranya. Bila kita dapati saudara kita berbuat keliru atau melakukan sebuah kemaksiatan, maka yang pantas dilakukan adalah memberi nasihat kepadanya dgn cara yang baik. Inilah semestinya sikap seorang Ahlus Sunnah kepada saudaranya. Bukan dgn mendiamkan & kemudian menceritakan perbuatan saudaranya itu kepada orang banyak.

Di dunia ini tak ada manusia yang terbebas dari kesalahan. Manusia adalah tempatnya salah & lupa. Bila setiap orang dicari-cari kesalahannya, niscaya tak ada seorang pun yang selamat. Yang terjadi kemudian adalah saling membongkar aib, yang pada akhirnya jatuhlah kehormatan kaum muslimin secara bersama. Akan jeleklah keadaan kaum muslimin di mata orang lain.

Lebih-lebih bagi yang menyandang nama Ahlus Sunnah, bisa menyebabkan dakwah ini jatuh. Karena itu, jangan sampai kita menganggap remeh perkara ini. Ghibah kepada sesama muslim akan menyebabkan kehormatan kaum muslimin jatuh. Begitu pula ghibah kepada para dai & lebih-lebih kepada para ulama, juga akan menyebabkan kehormatan mereka jatuh. Ini semua bisa menyebabkan rusaknya dakwah & hilangnya ukhuwah Islamiyah.
Wallahu a’lam.

(Diambil dari ceramah beliau di Masjid Nurul Barokah, Yogyakarta, tanggal 27 Shafar 1428/19 Maret 2007)
Sumber: www.asysyariah.com Majalah AsySyariah Edisi 031