Halaman

WASIAT BERHARGA BAGI MAHASISWA KEDOKTERAN, CO ASS, DOKTER MUDA, RESIDENT,DOKTER AHLI DAN SEMUA PETUGAS KESEHATAN

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah dalam Muhadharah "Irsyadaat Lith Thabiibil Muslim" berkata:
 
Mengikhlaskan niat untuk Allah ta’ala dalam pekerjaan kalian, bukan untuk mencari bonus, upah, kebanggaan, dan yang semisalnya. Akan tetapi niatkan untuk mengangkat penderitaan dan penyakit dengan takdir Allah ‘Azza wa jalla dengan tangan-tangan kalian. Serta berbuat baik kepada orang yang kalian obati. Dan dengan mengikhlaskan niat, pengaruh amal perbuatan kalian akan baik.

Bersemangat untuk memperingatkan manusia untuk bertaubat, beristighfar, serta memperbanyak dzikir dan membaca Al-Qur’an, terutama dua kata ini yang Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam berkata tentangnya,

“Dua kalimat yang mudah diucapkan lisan tetapi berat di timbangan dan dicintai Ar-Rahman, yaitu ‘subhanallah wa bihamdihi subhanallahul’adhim’ “ (HR. Bukhari no 6188 dan Muslim no 4860).

Dan seorang yang sakit tidak akan terbebani dan berat untuk mengucapkan ini. Maka hendaknya mereka menyibukkan waktu mereka dengan kalimat ini.

Jika ditakdirkan orang sakit yang hampir menjumpai ajalnya, maka diwajibkan atasmu untuk mentalqinnya dengan syahadat Laa ilaaha illallah. Karena Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam bersabda,

“Talqinlah orang yang hampir meninggal diantara kalian dengan kalimat Laa ilaaha illallah“ (HR. Muslim no 1523).

Akan tetapi talqin tersebut harus dengan lemah lembut. Jangan engkau katakan “Ya fulan, katakanlah Laa ilaaha illallah, karena ajalmu hampir tiba”, akan tetapi selalu ingatkan atau sebutkan disisinya kalimat Laa ilaaha illallah. Jika orang yang sakit tersebut kafir, kamu katakan kepadanya, “Katakanlah Laa ilaaha illallah“. Karena Nabi shalallahu’alaihi wa sallam telah berkata kepada pamannya, Abu Thalib, ketika mendekati kematiannya,

“Wahai Pamanku, katakanlah ‘Laa ilaaha illallah’, kalimat yang dengannya aku akan membelamu di sisi Allah” (HR. Abu ’Awanah no 22)

Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam juga telah berkata kepada anak kecil Yahudi di Madinah. Nabi shalallahu’alaihi wa sallam menjenguknya. Maka ketika maut hampir datang, beliau menawarkan Islam kepadanya, kemudian anak tersebut melihat kepada ayahnya seakan-akan meminta izin. Maka ayahnya berkata “Taatilah Abu Qosim”. Maka Islamlah anak tersebut dan setelah itu Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam berkata,

“Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan dari neraka” (HR. Bukhari no 1268)

Dan termasuk yang aku wasiatkan kepadamu untuk mengajari mereka tata cara shalat thaharah. Ajarilah mereka sesuai kadar ilmu kalian. Hal ini dikarenakan sebagian orang yang sakit tidak bersuci sebagaimana mestinya. Sebagian orang yang sakit mengqashar shalatnya dalam keadaan dia ada di daerahnya. Dia mengaku jika diperboleh jamak maka diperbolehkan qashar. Dan perkara ini tidaklah benar. Qashar hanya diperbolehkan bagi musafir saja. Maka jika orang yang sakit tersebut sebagai contoh berasal dari Riyadh maka kita katakan tidak mengapa baginya untuk menjamak dua shalatnya jika dia merasa berat untuk shalat tepat pada waktunya masing-masing, dan dia tidak boleh mengqashar. Akan tetapi jika dia di daerah lain dan dia berobat ke Riyadh, kita katakan kepadanya, jamaklah dan qasharlah.

Jika orang yang sakit tersebut bukan dari jenis kita, maksudnya seorang laki-laki mengobati seorang wanita karena terpaksa, maka berhati-hatilah dari fitnah. Tidak boleh baginya untuk memandang kecuali sesuai dengan kebutuhan karena syaithan berjalan pada pembuluh darah anak adam. Sebagian orang berkata tentang perkara ini bahwasanya tidak mungkin seorang manusia tergerak nafsunya atau syahwatnya ketika mengobati pasien yang bukan mahram, atau ucapan yang semisalnya. Maka kita katakan ini adalah perkataan yang benar dan ini adalah asalnya. Akan tetapi apa yang kamu perkirakan jika syaithan berjalan di pembuluh darah anak Adam? Apakah tidak mungkin bagi syaithan untuk melalaikan manusia? tentu saja ini mungkin terjadi?

Aku juga mewasiatkan kalian untuk bersemangat mengarahkan orang yang sakit ke arah kiblat ketika shalat sesuai dengan kadar yang dimampuinya. Bahkan walaupun harus mengubah posisi tempat tidur, maka lakukanlah. Jika tidak memungkinkan, maka katakan kepadanya, "اتق الله حيثما كنت", “Bertaqwalah dimanapun kamu berada”. Allah ‘Azza wa jalla berfirman,

ولله المشرق والمغرب فأينما تولوا فثم وجه الله إن الله واسع عليم
“Dan kepunyaan Allah-lah barat dan timur, maka dimanapun kamu menghadapkan wajahmu maka akan menjumpai wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas dan Maha Mengetahui” (Al Baqarah: 115)

Allah ‘Azza wa jalla juga berfirman,

لا يكلف الله نفساً إلا وسعها
“Allah tidak membebani sebuah jiwa melainkan sesuai dengan kemampuannya” (Al Baqarah: 286)

Dan Allah ‘Azza wa jalla berfirman,

فاتقوا الله ما استطعتم
“Bertaqwalah kepada Allah sesuai dengan kemampuan kalian” (At Taghabun: 16)

Dan lapangkanlah dadanya serta katakanlah kepadanya jika kamu biasanya shalat menghadap kiblat maka untukmu ditulis pahala yang sempurna ketika sakit. Berdasarkan sabda Rasulullah,

“Jika seorang hamba sakit atau safar maka ditulis baginya pahala saat dia sehat atau mukim” (HR. Bukhari no 2834).

Kemudian aku wasiatkan kalian untuk berwasiat kepada orang sakit jika mereka berada dalam satu ruangan untuk tidak saling mengganggu. Hal ini dikarenakan sebagian orang, ketika dia sakit dia mengganggu temannya dengan memperdengarkan keluhan atau teriakan. Hal ini merupakan perkara yang terlarang sebagaimana mengganggu orang lain dengan bacaan Al-Quran, yaitu dengan mengeraskan bacaannya. Dan Nabi Shalallahu‘alaihi wa salam berkata kepada sahabatnya yang mana sebagian sahabat mengangkat suaranya ketika sholat,

“Janganlah sebagian kalian mengganggu sebagian yang lain dalam bacaan Al-Quran“ (HR. Al Hakim dalan Mustadrak-nya no 1169)

Setelah itu aku wasiatkan kalian untuk tidak memperbanyak pembicaraan kepada orang sakit kecuali dengan kadar yang dibutuhkan dan dengan menjaga pandangan, karena masalah ini sangat mengkhawatirkan. Terkadang pembicaraan kepada orang yang sakit berakibat tidak baik kepada orang sakit itu. Akan tetapi tidak mengapa jika hal tersebut dibutuhkan, bersamaan dengan menjaga pandangan dan sesuai kadar kemampuan orang yang sakit.

Dan aku wasiatkan kalian untuk menjaga waktu kerja kalian. Yaitu tidak terlambat ketika datang dan pulang sebelum waktunya pulang. Karena waktu itu bukan milik kalian, dan waktu bekerja bukanlah milik manusia. Hal ini dikarenakan dia mengambil upah dari waktu itu. Maka setiap orang memperoleh kadar dari upahnya dengan bekerja. Sehingga tidak halal bagi setiap insan untuk terlambat datang dan pulang sebelum waktunya, karena ini adalah amanah.

Serta aku berwasiat kepada kalian untuk beriman dan meyakini bahwasanya perbuatan kalian dalam mengobati bukan satu-satunya sebab dalam kesembuhan, karena sesungguhnya seluruh perkara ada di tangan Allah ‘Azza wa jalla. Maka terkadang seorang insan melakukan sebab yang sempurna, akan tetapi perkara tersebut tidak terlaksana. Karena seluruh perkara ada di tangan Allah Subhanahu wata’ala dan dalam permasalahan ini kita mengambil hadits “Habbatussauda adalah obat untuk segala penyakit kecuali kematian“. Berdasarkan hadits tersebut, habbatussauda mengharuskan kesembuhan semua penyakit. Akan tetapi perkara yang dimaksud bukan seperti ini. Habbatussauda merupakan sebab untuk kesembuhan tanpa diragukan lagi, namun, terkadang tidak menunjukkan khasiatnya karena adanya penghalang. Maka meskipun kamu sudah bersungguh-sungguh untuk menyembuhkan, terkadang usahamu tidak akan membuahkan hasil seperti yang kamu inginkan. Maka ketahuilah bahwa semua perkara ada di tangan Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih telah membaca artikel kami. Silahkan berkomentar dengan sopan.