Beberapa Etika bagi Orang yang Ingin Berqurban

Ada beberapa etika yang penting diketahui oleh siapa saja yang ingin menyembelih ketika akan memasuki Dzulhijjah.
Dasar tuntunan dalam hal etika bagi orang yang ingin berqurban adalah hadits yang diriwayatkan oleh Ummu Salamah radhiyallâhu ‘anhâ bahwa Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 إِذَا رَأَيْتُمْ هِلاَلَ ذِيْ الْحِجَّةِ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ

“Apabila kalian telah melihat hilal Dzulhijjah, dan salah seorang di antara kalian berkehendak untuk menyembelih (qurban), hendaknya ia menahan rambut dan kuku‑kukunya.”
Dalam sebuah riwayat disebutkan,

 إِذَا دَخَلَتِ الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلاَ يَمَسَّ مِنْ شَعَرِهِ وَبَشَرِهِ شَيْئًا

“Apabila sepuluh (hari awal Dzulhijjah) telah masuk, dan salah seorang di antara kalian berkehendak untuk menyembelih (qurban), janganlah ia menyentuh sesuatu pun berupa rambut dan kulitnya.” [1]
Hadits ini menunjukkan beberapa ketentuan hukum dan etika. Rinciannya adalah sebagai berikut.
Pertama, bila Dzulhijjah telah masuk dan seseorang berkeinginan untuk menyembelih hewan qurban, dia tidak diperbolehkan untuk memotong, mencukur, dan mengambil rambut, kuku, dan kulitnya hingga selesai menyembelih hewan qurbannya.
Kedua, bila seseorang akan menyembelih lebih dari seekor hewan qurban, sembelihan pertamanya telah menggugurkan larangan terhadap dia sehingga dia boleh mengambil rambut, kuku, dan kulitnya setelah menyembelih hewan pertama.
Ketiga, larangan dalam hadits di atas bersifat haram menurut pendapat yang lebih kuat. Demikian pendapat Sa’îd bin Musayyab, Rabî’ah, Ahmad, Ishâq, Dâwud Azh-Zhâhiry, Ibnu Hazm, dan selain mereka. Oleh karena itu, barangsiapa yang melanggar larangan itu secara sengaja, ia telah berdosa sehingga harus bertaubat dan memohon ampunan-Nya.
Keempat, larangan dalam hadits di atas berkaitan dengan kesengajaan. Adapun seseorang yang mengambil rambut, kuku, dan kulitnya karena lupa atau tidak mengetahui adanya larangan, tidaklah ada dosa terhadapnya, demikian pula sesuatu yang diambil diluar kesengajaan.
Kelima, hadits di atas tidak menyebutkan ketentuan fidyah atau kaffarah terhadap siapa saja yang melanggar larangan. Oleh karena itu, pelanggaran terhadap larangan tidak mengganggu keabsahan udh-hiyyah-nya, tidak pula dia terkena kewajiban fidyah maupun kaffarah.
Keenam, sabda beliau, “dan salah seorang dari kalian berkehendak untuk menyembelih …,” menunjukkan bahwa larangan ini berlaku khusus untuk orang yang akan berqurban itu sendiri. Apabila seorang perempuan ingin berqurban, kemudian mewakilkan penyembelihan kepada orang lain, perempuan tersebut tidak boleh mengambil rambut, kuku, dan kulitnya, sedangkan orang yang mewakili perempuan tadi tidaklah termasuk ke dalam larangan. Demikian pula, kalau seorang ayah berqurban untuk anak dan istrinya, hanya sang ayah-lah yang terkena larangan, sedangkan anak dan istri sang ayah tadi boleh memotong rambut dan kukunya serta mengambil kulitnya yang melepuh.
Ketujuh, tidaklah mengapa seseorang memotong rambut, kuku, atau kulitnya jika memang darurat untuk dipotong. Demikian pula, mandi serta mencuci rambut dan badan juga tidak terlarang karena dua hal tersebut diperbolehkan terhadap orang yang sedang berihram umrah maupun haji, sementara orang yang ingin berqurban tidaklah lebih terikat daripada orang yang berhaji dan berumrah.


[1] Diriwayatkan oleh Imam Muslim no. 1977 (konteks hadits adalah milik beliau), Abu Dâwud no. 2791, At-Tirmidzy no. 1527, An-Nasâ`iy 7/211-212, dan Ibnu Mâjah no. 3149-3150.