Dalam bahasa Arab, qurban disebut dengan udh-hiyyah (أُضْحِيَّةٌ), yang huruf hamzah-nya didhammah dan huruf ya`-nya ditasydid, atau idh-hiyyah (إِضْحِيَّةٌ), yang huruf hamzah-nya dikasrah, dan bentuk jamaknya disebut dengan nama adhâhiyy (أَضَاحِيّ), yang huruf ya`-nya ditasydid. Selain itu, qurban, dari segi bahasa Arab, juga disebut dengan nama dhahiyyah (ضَحِيَّةٌ) yang huruf dhad-nya difathah dan huruf ya`-nya ditasydid, dan bentuk jamaknya disebut dengan dhahâyâ (ضَحَايَا).
Ada pula penyebutan keempat, yaitu dengan nama adh-hâh (أَضْحَاةٌ) yang huruf hamzah-nya difathah, sementara bentuk jamaknya disebut dengan adh-hâ (أَضْحَي) yang terkenal untuk penyebutan ‘Idul Adha.
Dari sisi bahasa, simpulannya adalah bahwa ada empat penggunaan kata untuk hewan qurban:
- Udh-hiyyah (أُضْحِيَّةٌ)
- Idh-hiyyah (إِضْحِيَّةٌ)
- Dhahiyyah (ضَحِيَّةٌ)
- Adh-hâh (أَضْحَاةٌ)
Demikian simpulan dari buku-buku ahli bahasa.
Namun, Ibnu ‘Âbidîn[1] menyebutkan bahwa ada delapan penggunaan kata terhadap hewan qurban:
- Udh-hiyyah (أُضْحِيَّةٌ),
- Udh-hiyah (أُضْحِيَةٌ), dengan huruf ya` tanpa tasydid,
- Idh-hiyyah (إِضْحِيَّةٌ),
- Idh-hiyah (إِضْحِيَةٌ), dengan huruf ya` tanpa tasydid,
- Dhahiyyah (ضَحِيَّةٌ),
- Dhihiyyah (ضِحِيَّةٌ), dengan huruf dhad dikasrah,
- Adh-hâh (أَضْحَاةٌ), dan
- Idh-hâh (إِضْحَاةٌ), dengan huruf hamzah dikasrah.
Ahli bahasa Arab menyebut dua makna terhadap beberapa penyebutan qurban di atas:
Pertama, kambing yang disembelih pada waktu Dhuha, yaitu bermula dari naiknya siang hingga sebelum matahari tergelincir.
Kedua, kambing yang disembelih pada hari raya ‘Idul Adha.
Adapun secara istilah, udh-hiyyah adalah hewan yang disembelih pada hari-hari Nahr dalam rangka bertaqarrub kepada Allah berdasarkan syarat-syarat tertentu.
Ada beberapa jenis sembelihan yang tidak tergolong ke dalam definisi di atas:
Pertama, hewan yang disembelih bukan untuk bertaqarrub, seperti hewan yang disembelih untuk dijual, dimakan, atau untuk menjamu tamu.
Kedua, sembelihan dengan niat untuk bertaqarrub, tetapi bukan pada hari Nahr.
Ketiga, hewan yang disembelih dengan niat aqiqah,
haji tamattu’ atau qiran, dan untuk meninggalkan kewajiban atau
melanggar larangan saat penunaian ibadah haji.
Seluruh jenis yang tersebut tidaklah terhitung sebagai udh-hiyyah.[2]
[1] Dalam Hasyiah beliau terhadap Ad-Durr Al-Mukhtar 9/452. Beliau menyebutkan dari buku Asy-Syaranbilâliyah.
[2] Definisi udh-hiyyah di atas berasal dari Al-Majmû’ Syarh Al-Muhadzdzab 8/352, Fathul Bâry 10/3, dan Al-Mausû’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah 5/74. Dalam Al-Mausû’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, disebutkan rujukan definisi bahasa Arab dari kitab Al-Qamûs dan syarahnya, Lisânul ‘Arab, Al-Mishbâh Al-Munîr, dan Mu’jam Al-Wasîth, serta rujukan definisi istilah dari kitab Syarh Al-Minhaj Al-Hasyiah Al-Bujairamy 4/294 dan Ad-Durr Al-Mukhtâr bi Hasyiah Ibnu ‘Âbidîn 5/111.