Halaman

Tafsir Surat Al-Kautsar ; Tafsir Juz 'Amma karya Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin



Inna a’thainaka al-kautsar (1) Fa shalli lirabbika wanhar (2) Inna syani-aka huwa al-abtar (3)
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. ,aka. Dirikanlah shalat karena Rabb-mu dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu, dialah yang terputus.” [QS. Al-Kautsar: 1-2]

Tafsir Surat
Dikatakan bahwa surat ini termasuk dalam golongan surat Makkiyah. Dikatakan pula bahwa surat ini termasuk golongan surat Madaniyah. Surat Makkiyah adalah surat yang turun  sebelum hijrah Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam menuju Madinah, baik yang turun di Makkah, Madinah ataupun dalam perjalanan. Semua surat yang turun setelah peristiwa Hijrah adalah Madaniyah sedangkan yang turun sebelumnya adalah Makkiyah. Inilah pendapat yang paling kuat diantara pendapat-pendapat para ulama. Allah Azza wa Jalla ketika berdialog dengan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam berfirman,
“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak.” (Al-Kautsar: 1)
Al-kautsar dalam bahasa Arab berarti kebaikan yang banyak. Demikianlah Nabi Shallallahu alaihi wasallam telah diberi oleh Allah Ta’ala kebaikan yang sangat banyak di dunia dan di akhirat. Di antaranya adalah sebuah sungai yang sangat besar yang ada di dalam surga yang mengalir darinya dua aliran parit menuju telaga beliau yang menjadi tempat minum orang banyak. Airnya lebih putih daripada susu dan lebih manis rasanya daripada madu, dan lebih harum daripada minyak misk. [247]
Telaga ini ada di tengah hamparan luas di hari Kiamat yang didatangi oleh banyak orang-orang mukmin dari kalangan umat Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam. Piala-pialanya laksana bintang-bintang di langit dalam hal banyak dan indahnya. [248]
Siapa saja yang ketika di dunia mengikuti syariatnya, maka dia akan bisa mendatangi telaganya di hari akhirat. Sedangkan orang yang tidak mengikuti syariatnya, maka dia akan dicegah untuk mendekati telaga beliau di akhirat kelak. 
Di antara banyak kebaikan yang telah diberikan kepada Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam di dunia adalah apa yang telah shahih di dalam kitab Ash-Shahihain dari hadits Jabir Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, 
“Aku telah diberi lima hal yang belum pernah diberikan kepada seorangpun dari para nabi sebelumku. (1)aku diberi pertolongan dengan takutnya musuh sekalipun berada pada perjalanan berjarak satu bulan. (2)dijadikan bumi untukku sebagai masjid dan suci, maka siapapun orangnya yang masuk waktu shalat hendaknya menunaikan shalat, (3)aku diberi syafaat (4)dihalalkan bagiku harta rampasan perang dan (5)setiap nabi diutus khusus kepada umatnya, sedangkan aku diutus untuk manusia secara umum.”[249]
Inilah bagian dari kebaikan yang banyak, karena beliau diutus kepada semua manusia, maka mengharuskan beliau menjadi seorang Nabi yang paling banyak pengikutnya dibandingkan para nabi yang lainnya. Demikianlah beliau sebagai seorang nabi yang  paling banyak pengikutnya. Sebagaimana telah diketahui bahwa orang yang menunjukkan kepada suatu kebaikan, maka dia sama dengan orang yang melakukan kebaikan itu. Orang yang menunjuki umat yang besar yang mengungguli semua umat adalah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam. Dengan demikian, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menjadi memiliki bagian yang sama dengan pahala setiap orang dari umatnya. Siapa yang bisa menghitung jumlah umat beliau selain Allah Azza wa Jalla. Diantara kebaikan yang banyak yang diberikan kepada beliau di akhirat Al-Maqam al-Mahmud ‘kedudukan terpuji’ yang darinya diterima syafa’at agung. Semua manusia di hari kiamat akan menderita kesulitan dan kesedihan yang sangat yang tak tertahankan oleh mereka. Sehingga mereka meminta syafa’at. Mereka datang kepada Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa alaihimush shalatu wassalam hingga Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk memberikan syafa’at. Allah subhanahu wata’ala mengadili di antara para hambanya dengan syafa’at beliau. [250] Inilah maqam yang dipuji oleh orang-orang terdahulu dan orang-orang kemudian dan masuk ke dalam firman Aallah Ta’ala,

 “… Mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.” [Al-Isra’: 79]
Jadi, Al-Kautsar adalah kebaikan yang banyak. Di antaranya adalah sungai di surga. Sungai yang ada di surga tidak diragukan dia adalah kebaikan yang sangat banyak. Dinamakan Al-Kautsar tetapi bukan itu saja yang diberikan oleh Allah Azza wa Jalla kepada Nabi-Nya Shallallahu alaihi wasallam dari berbagai macam kebaikan. 
Ketika Allah Azza wa Jalla menyebutkan anugerah-Nya kepada beliau berupa kebaikan yang sangat banyak, maka selanjutnya dia berfirman,
 “Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah.”  (Al-Kautsar: 2)
Sebagai tanda syukur kepada Allah Azza wa Jalla atas berbagai macam nikmat yang agung, hendaknya engkau menegakkan shalat dan berkurban untuk Allah. Yang dimaksud shalat disini adalah semua macam shalat. Shalat yang mula-mula termasuk ke dalamnya adalah shalat yang dibarengkan dengannya ibadah kurban, yaitu shalat Ied Al-Adhha. Akan tetapi, ayatnya komprehensif dan mencakup shalat fardhu dan nawafil (sunnah tambahan), shalat Ied dan Jum’at. 
Wanhar ‘dan berkurbanlah’ yakni bertaqarrublah kepada-Nya dengan ibadah kurban. Kurban nahr (istilah teknis penyembelihan hewan kurban) khusus untuk unta, sedangkan dhabh ‘penyembelihan’ untuk sapi atau kambing. Akan tetapi disebutkan dengan nahr karena unta lebih bermanfaat dibandingkan dengan selainnya dikaitkan dengan orang-orang miskin. Oleh sebab itu, Nabi Shallallahu alaihi wasallam melakukan penyembelihan pada haji wada’ dengan seratus ekor unta. Dan dengan tangannya sendiri beliau menyembelih sebanyak enam puluh tiga ekor. Sisanya diserahkan kepada Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu untuk disembelih. Beliau menyedekahkan semua bagiannya, kecuali satu bagian kecil dari masing-masing unta itu. Beliau mengambilnya, lalu memasukkannya ke dalam kuali, lalu memasaknya dan beliau makan dagingnya dan minum dari kuahnya. Lalu beliau memerintahkan untuk menyedekahkan hingga sebagian besar dari kulitnya. [251]
Perintah dalam ayat itu ditujukan kepada beliau dan umat beliau. Maka, kita harus mengikhlaskan shalat hanya untuk Allah. Kita harus mengikhlaskan penyembelihan hanya untuk Allah sebagaimana Nabi kita Shallallahu alaihi wasallam diperintahkan demikian. 
Kemudian Allah Ta’ala berfirman,
ž
“Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu, dialah yang terputus’. (Al-Kautsar:3). Kalimat ini sebagai pasangan kalimat yang menunjukkan pemberian kebaikan yang sangat banyak.
Frman Allah Azza wa Jalla, Inna Syaani-aka huwal abtar ‘‘sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu, dialah yang terputus’. Syaani-aka adalah orang yang membencimu. Syana-aanu artinya ‘kebencian’. Diantara contohnya adalah firman Allah Azza wa Jalla
“ … Dan janganlah sekali-kali kebencian (mu) kepada suatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidil Haram, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka)…” (Al-Maidah: 2), yakni jangan sekali-kali kebencianmu membawamu untuk berlaku aniaya.
Juga firman Allah Azza wa Jalla, 
“…dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil…” (Al-Maidah: 8), yakni jangan sekali-kali kebencianmu membawamu untuk meninggalkan sifat adil. 
“….Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.” (Al-Maidah: 8)
Maka kata syani-aka di dalam firman-Nya inna syaani-aka ’sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu’. Huwal abtar ‘dialah yang terputus’. Al-abtar adalah isim tafdhil dari batara yang artinya ‘putus’ . Sehingga makna dari al-abtar adalah orang yang paling terputus. Orang yang terputus dari segala macam kebaikan. Yang demikian karena orang-orang kafir Quraisy berkata, “Muhammad adalah orang yang paling terputus. Tidak ada kebaikan dan berkah padanya atau pengikutnya. Paling putus, ketika kematian al-Qasim Radhiyallahu anhu.” Mereka berkata, “Muhammad paling terputus, tidak ada anak baginya, dia terputus keturunannya.” Maka Allah Azza wa Jalla menjelaskan bahwa yang paling terputus adalah para pembenci Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam. Dia adalah orang yang paling terputus sehingga terputus dari segala macam kebaikan. Orang yang tidak ada keberkahan padanya. Kehidupannya hanya akan menjadi sesalan baginya. Jika ini berkaitan dengan orang yang membencinya, maka demikian pula orang yang membenci syariatnya. Siapa saja yang membenci syariat Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam atau membenci syi’ar diantara syiar-syiar Islam, atau membenci ketaatan yang menjadi sarana ibadah bagi manusia di dalam agama Islam, maka dia kafir keluar dari agama. Hal itu karena firman Allah Ta’ala, 
“yang demikian itu adalah karena Sesungguhnya mereka benci kepada apa yang diturunkan Allah (Al Quran) lalu Allah menghapuskan (pahala-pahala) amal-amal mereka.” (Muhammad: 9)
Tidak ada penggugur pahala amal kecuali kekufuran. Jadi, siapa saja yang benci shalat fardhu, maka dia adalah kafir meskipun melakukan shalat. Siapa saja yang benci kewajiban zakat, maka dia kafir sekalipun berzakat. Akan tetapi, orang yang merasa berat berzakat dengan tidak benci kepadanya, maka di dalamnya permacaman dari macam-macam kemunafikan, namun demikian dia tidak dikafirkan. Sungguh berbeda antara orang yang keberatan dengan orang yang membenci sesuatu. 
Jadi surat ini mengandung penjelasan tentang nikmat Allah Azza wa Jalla kepada Rasul-Nya Shallallahu alaihi wasallam dengan diberinya kebaikan yang banyak, kemudian perintah untuk ikhlas untuk Allah Azza wa Jalla di dalam berbagai macam shalat dan berkurban. Demikian pula dalam berbagai macam ibadah. Kemudian juga penjelasan mengenai siapa saja yang membenci Rasulullah Shallalahu alaihi wasallam atau sebagian syariatnya, maka dialah orang yang paling terputus yang tidak ada kebaikan dan berkah padanya. Kita senantiasa memohon kepada Allah sudi kiranya memberikan ampunan dan keselamatan.

Disalin dari:
Muhammad bin Shalih al-Utsaimin. 2007. “Terjemah Tafsir Jus ‘Amma karya Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin”. Penerjemah: Drs. Asmuni. Jakarta: PT. Darul Falah. pp. 484-9.
Dapatkan Informasi Keislaman dan Kedokteran Terbaru dan Terpercaya di Maktabah IMU, Klik:  http://islamicandmedicalupdates.blogspot.com


[247]Dari riwayat At-Tirmidzi, Kitab At-Tafsir, Bab “Wa min Surat Al-Kautsar”. (3361), dan ia berkata, “hadits Hasan shahih”
[248] Ditakhrij Muslim, Kitab Al-Fadhail, Bab ‘Itsbatu Haudhi Nabiyyina Shallallahu alaihi wa sallam wa shifatihi”, (2300-2301)
[249] Ditakhrij al-Bukhari, Kitab At-Tayammum, Bab Firman Allah: Falam yajiduu Ma’an Fatayammamuu Sha’iidan Thayyinbah’ (335), dan Muslim, Kitab Ash-Shalah, Bab “Al-masaajid wa Mawadhi Ash-Shalat”, (521, (3)
[250] Ditakhrij Al-Bukhari, Kitab At-Tafsir, Bab “Dzurriyata man hamainaa ma’a nuhin”, (4712); dan Muslim, Kitab al-Iman,Bab “Adna Ahl Jannati Manzilatan fiha” (194), (327).
[251] Ditakhrij Al-Bukhari, Kitab Al-Hajj , Bab “Yatashaddaqu Bijalal Al-Badan”, (1718); dan Muslim, Kitab Al-Hajj, Bab “Ash-Shadaqah bi Luhum Al-Hadyi wa Jalaliha”, (1317), (348).

2 komentar:

  1. Terimakasih atas share nya mas. Jadi nambah wawasan buat saya tentang ilmu agama :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya berbagi itu indah. semoga bisa mengamalkan kandungan isinya.

      Hapus

Terima kasih telah membaca artikel kami. Silahkan berkomentar dengan sopan.