Pengkhianatan Syiah |
Pengkhianatan
Syiah dalam Lembaran Sejarah (bagian 1)
Berabad-abad
lamanya sekte Syi’ah menyebarkan penyimpangan akidah di tengah umat. Terkhusus
perbuatan mengafirkan para sahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bahkan
termasuk istri-istri beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Berangkat
dari akidah yang menyimpang tersebut, terjadilah apa yang terjadi seperti
pengkhianatan dan pembantaian terhadap kaum muslimin.
Tulisan berikut
ini menghadirkan sejarah pengkhianatan dan pembantaian yang dilakukan kaum
Syi’ah terhadap kaum muslimin berdasarkan fakta. Disuguhkan dari sejumlah karya
tulis para ulama, di antaranya adalah kitab al-Bidayah wan Nihayah karya
Imam Ibnu Katsir, seorang ulama besar bermadzhab Syafi’i.
Daulah Qaramithah dinisbahkan kepada
Hamdan Qarmath, pemimpin mereka. Didirikan oleh Abu Said al-Jannabi tahun 278 H
berpusat di Bahrain. Mengusung pemikiran Syi’ah Ismailiyyah, ideologi sesat
yang meyakini imamah (kepemimpinan) Ismail bin Ja’far as-Shadiq. Daulah ini
berkuasa selama 188 tahun. Menguasai daerah Ahsa’, Hajar, Qathif, Bahrain,
Oman, dan Syam.
Pada tahun 294 H, Qaramithah
dipimpin Zakrawaih menghadang kepulangan jamaah haji dan menyerang mereka pada
bulan Muharram. Terjadilah peperangan besar kala itu. Di saat mendapat
perlawanan sengit, Syi’ah Qaramithah menarik diri dengan nada bertanya, “Apakah
ada wakil sultan di antara kalian?”
Jamaah haji menjawab, “Tidak ada
seorang pun (yang kalian cari) di tengah-tengah kami.” Qaramithah lalu berujar,
“Maka kami tidak bermaksud menyerang kalian (salah sasaran).” Peperangan pun
berhenti. Sesaat kemudian, ketika jamaah haji merasa aman dan melanjutkan
perjalanannya, maka para pengikut Syi’ah kembali menyerang mereka.
Banyak jamaah haji yang terbunuh
disana. Adapun mereka yang melarikan diri, diumumkan akan diberi jaminan
keamanan oleh Syi’ah. Ketika sisa jamaah haji tadi kembali, maka pasukan Syi’ah
berkhianat dan membunuh mereka.
Peran kaum wanita
Syi’ah pun tidak kalah sadisnya. Paska perang, kaum wanita Syi’ah mengelilingi
tumpukan-tumpukan jenazah dengan membawa geriba air. Mereka menawarkan air
tersebut di tengah-tengah korban perang. Apabila ada yang menyahut, maka
langsung dibunuh. Jumlah jamaah haji yang terbunuh saat itu mencapai 20.000
jiwa, ditambah dengan harta yang dirampas mencapai dua juta dinar. Inna
lillahi wa inna ilaihi raji’un.
Pada tahun 312 H, Qaramithah
dipimpin Abu Thahir, putra Abu Said, menyerang jamaah haji asal Baghdad ketika
pulang dari Mekah pada bulan Muharram. Mereka membunuh dan merampas hewan-hewan
bawaan jamaah haji tersebut. Adapun sisa jamaah haji, ditinggalkan begitu saja
sehingga mayoritasnya mati kehausan di tengah teriknya matahari.
Pada tahun 315 H, Qaramithah
berjumlah 1.500 tentara dipimpin oleh Abu Thahir maju menuju Kufah pada bulan
Syawwal. Mereka dihadapi oleh pasukan Khalifah saat itu sebanyak 6.000 tentara.
Walhasil, pasukan Syi’ah memenangkan peperangan dan berhasil membunuh mayoritas
pasukan Kufah.
Pada tahun 317 H, Qaramithah
sebanyak 700 tentara dipimpin Abu Thahir, yang berumur 22 tahun, mendatangi
Mekah saat musim haji. Selanjutnya, mereka membunuh jamaah haji yang sedang
menunaikan manasiknya. Sementara itu, Abu Thahir duduk di depan Ka’bah dan
berseru, “Aku adalah Allah, demi Allah, aku menciptakan seluruh makhluk dan
yang mematikan mereka.”
Abu Thahir segera memerintahkan
pasukannya untuk mengambil pintu Ka’bah, dan menyobek-nyobek tirai Ka’bah.
Salah seorang tentaranya memanjat Ka’bah untuk mengambil talangnya, namun tewas
terjatuh. Ia juga memerintahkan salah satu tentaranya untuk mengambil Hajar
Aswad.Tentara tersebut mencongkelnya dan dengan angkuhnya berseru, “Mana burung
yang berbondong-bondong itu? Mana pula batu dari neraka Sijjil (yang menimpa
pasukan Raja Abrahah yang hendak menghancurkan Ka’bah menjelang masa kelahiran
Nabi)?” Setelah berlalu enam hari, mereka pulang membawa Hajar Aswad.
Gubernur Mekah dengan dikawal
pasukannya segera menemui pasukan Syi’ah tersebut di tengah jalan. Berharap
agar mereka mau mengembalikan Hajar Aswad dengan imbalan harta yang banyak.
Namun Abu Thahir tidak menggubrisnya. Terjadilah peperangan setelah itu.
Pasukan Qaramithah menang dan
membunuh mayoritas yang ada di sana. Lalu melanjutkan perjalanan pulang ke
Bahrain dengan membawa harta rampasan milik jamaah haji. Setelahnya, dibuatlah
maklumat menantang umat Islam bila ingin mengambil Hajar Aswad tersebut, bisa
dengan tebusan uang yang sangat banyak atau dengan perang.
Hajar Aswad pun berada di tangan
mereka selama 22 tahun. Mereka lalu mengembalikannya pada tahun 339 H, setelah
ditebus dengan uang sebanyak 30.000 dinar oleh al-Muthi’ Lillah, seorang
khalifah Daulah Abbasiyyah.
Pengkhianatan
Daulah Fathimiyyah
Pengkhianatan dan kejahatan Syi’ah
senantiasa berulang dari masa ke masa. Tulisan berikut ini mengupas sejarah
hitam Daulah Fathimiyyah dan yang semisalnya.
Sekilas tentang
Daulah Fathimiyyah
Daulah ini didirikan pada tahun 287
H berpusat di Maroko, selanjutnya pindah ke Mesir. Mengusung pemikiran Syi’ah
Ismailiyyah, ideologi sesat yang meyakini imamah Ismail bin Ja’far ash-Shadiq.
Daulah Fathimiyyah berkuasa selama 280 tahun. Menguasai Syam, Mesir, Nablus,
Asqalan, Beirut, Sis, dan sekitarnya.
Para khalifah yang memegang Daulah
Fathimiyyah berjumlah 14 khalifah. Pendiri sekaligus khalifah pertama daulah
ini bernama Ubaidullah. Dahulu, dia adalah seorang pandai besi beragama Yahudi.
Setelah masuk
Islam, mengaku sebagai Imam Mahdi keturunan Fathimah radhiyallahu ‘anhaputri
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Karenanya, daulah ini
disebut sebagai Daulah Fathimiyyah.
Adapun khalifah terakhir daulah ini
adalah al-’Adhidh bin Yusuf. Dia meninggal pada tahun 567 H di Mesir. Dengan
itu maka berakhir pula masa pemerintahan Daulah Fathimiyyah. Pada
perkembangannya, para ulama Ahlus Sunnah mengafirkan kelompok ini dan
menyatakan Daulah Fathimiyyah sebagai negara kafir yang wajib diperangi.
Prahara pada Tahun
362 H – 363 H
Pada tahun 362 H, setelah
mengadakan kesepakatan bersama dengan Jauhar ash-Shiqalli yang ditandatangani
pada tahun 358 H, memperbolehkan para pengikut Syi’ah berpindah dari Maroko
menuju Mesir. Dengan syarat, tidak menyebarkan akidah Syi’ah kepada penduduk
Mesir.
Ternyata orang-orang Syi’ah telah
mengkhianati isi perjanjian bilateral tersebut. Dengan didukung ulama besar
Syi’ah yang bernama Abu Abdillah asy-Syi’i dari Yaman, mereka secara perlahan
mulai menyebarkan penyimpangan akidah. Hingga banyak dari penduduk Mesir yang
terpengaruh oleh paham tersebut.
Posisi kehakiman
dan jabatan penting ditempati orang-orang Syi’ah. Masjid-masjid jami’ menjadi
pusat dakwah Syi’ah. Ajaran seperti adzan ala Syi’ah, hari kematian Husain z,
dan mencela sahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pun
menjadi semarak.
Pada tahun 363 H, seorang ulama
Ahlus Sunnah bernama Abu Bakar an-Nablusi ditangkap oleh gubernur Damaskus,
setelah terpaksa menyelamatkan diri dari Ramalah menuju Damaskus. Lalu beliau
dimasukkan kurungan dan dibawa ke Mesir.
Pemimpin di kala itu yang bernama
al-Mu’iz bertanya, “Aku mendengar laporan bahwa engkau menyatakan, ‘Kalau
seandainya aku memiliki sepuluh anak panah, niscaya aku akan lepaskan sembilan
di antaranya ke barisan Romawi dan satu anak panah sisanya ke arah penduduk
Mesir (para pengikut Syi’ah).”
Abu Bakar menjawab, “Aku tidak
mengatakan hal itu.” Al-Mu’iz menyangka bahwasanya beliau menarik ucapannya,
sehingga al-Mu’iz kembali bertanya, “Lalu apa yang kau katakan?” Beliau menjawab,
“Aku menyatakan bahwasanya selayaknya aku lepaskan sembilan anak panah ke arah
kalian (Syi’ah), barulah anak panah yang kesepuluh ke arah Romawi.”
Al-Mu’iz bertanya keheranan,
“Mengapa demikian?”, “Karena kalian mengubah agama umat (Islam), membunuh
orang-orang shalih, memadamkan cahaya Ilahi, dan mengaku-ngaku tentang sesuatu
yang tidak kalian miliki,” tegas beliau. Maka pernyataan ini membuat beliau
dihukum.
Hari pertama, diumumkan vonis
hukuman atas beliau. Lalu dicambuk dengan keras pada hari kedua. Pada hari
ketiga, dikupas kulitnya sementara beliau membaca Al-Qur`an. Seorang Yahudi
diperintahkan untuk mengulitinya. Ketika sampai pada bagian jantungnya, si
Yahudi tersebut merasa iba, lalu mengambil pisau dan menikam beliau hingga
meninggal.
Prahara pada Tahun
395 H – 450 H
Pada tahun 395H, seorang pemimpin
yang bernama al-Hakim Biamrillah menetapkan undang-undang sesuai dengan paham
Syi’ah. Dia memerintahkan untuk memahat dinding-dinding masjid, pasar-pasar,
jalan-jalan raya, dan lainnya dengan tulisan berisi pelecehan terhadap sahabat
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Pada tahun 450 H, kota Baghdad
diserang oleh pasukan Syi’ah pimpinan Arsalan al-Basasiri pada bulan
Dzulqa’dah. Mereka datang dengan membawa panji-panji Mesir berwarna putih. Penduduk
Karkh yang beraliran Syi’ah segera menemui pasukan tersebut. Kemudian,
orang-orang Syi’ah di sana melakukan penjarahan secara massal.
Mereka menjarah rumah-rumah kaum
muslimin yang ada di kota Basrah. Bahkan menjarah seluruh isi rumah dari Hakim
Agung yang bernama Abdullah al-Damighani, lalu menjual hasil jarahan tersebut
kepada para pedagang.
Lebih dari itu, orang-orang Syi’ah
menangkap seorang menteri yang bernama Ibnu Maslamah. Mereka mengaraknya,
mencacinya, bahkan mengaitkan besi di mulutnya dan menariknya ke atas tiang
kayu. Lalu mereka memukulinya sampai senja hari hingga beliau meninggal saat
itu.
Ibnu Maslamah berkata menjelang
wafatnya, “Segala puji bagi Allah yang menghidupkanku dalam keadaan bahagia dan
mematikan aku sebagai syahid.”
Wallaahu a’lam
bish shawab.
Pengkhianatan
Syi’ah dalam Lembaran Sejarah (bagian 2)
November 23, 2012 admin Manhaj, Syi'ah 14 comments
Syi’ah, dalam sejarahnya mengalami beberapa pergeseran.
Kelompok ini terpecah menjadi lima sekte yaitu Kaisaniyyah, Imamiyyah
(Rafidhah), Zaidiyyah, Ghulat, dan Ismailiyyah. Dari kelimanya, lahir sekian
banyak cabang.
Tulisan berikut adalah kelanjutan catatan kelam daulah Fathimiyyah yang
berideologi Syi’ah. Termuat dari sejumlah karya tulis para ulama, di antaranya
adalah kitab al-Bidayah wan Nihayah karya Imam Ibnu Katsir rahimahullaah, seorang
ulama besar bermadzhab Syafi’i.
Prahara pada Tahun
478 H – 482 H
Pada tahun 478 H, Syi’ah Rafidhah
menyerang umat Islam di Baghdad. Terjadilah peperangan dengan jumlah korban
yang sangat banyak dari kedua belah pihak.
Padahal, pada
tahun itu terjadi wabah demam di mana-mana, kematian binatang-binatang ternak
secara mendadak, serta wabah tha’un (sejenis penyakit pes)
yang menyerang secara luas di Irak, Mekkah, Madinah, dan Syam.
Pada tahun 481 H, Syi’ah Rafidhah
melakukan penyerangan terhadap kaum muslimin di Baghdad. Peperangan terjadi
sekian kali dengan jumlah korban yang cukup banyak dari kedua belah pihak.
Pada tahun 482 H, penduduk Karkh
yang beraliran Syi’ah Rafidhah menyerang umat Islam hingga terjadi peperangan
yang berkepanjangan. Peristiwa tersebut menelan korban sebanyak 200 jiwa dari
kedua belah pihak.
Prahara pada Tahun
490 H – 494 H
Pada tahun 490 H, daulah
Fathimiyyah mengirim menteri yang bernama Badrul Jamali sebagai duta kepada
panglima perang salib pertama. Menyampaikan kesiapan untuk bekerja sama
menyerang kaum muslimin di wilayah Syam yang dikuasai daulah Salajiqah dari
Turki.
Perjanjian tersebut berisi adanya
kesepakatan pembagian wilayah. Daerah Syam sebelah utara akan dikuasai bangsa
Eropa, sedangkan bagian selatan Syam akan dikuasai oleh Syi’ah.
Meski, bangsa Eropa awalnya keberatan
dengan perjanjian bilateral tersebut. Karena tujuan utama bangsa Eropa adalah
ingin menguasai Baitul Maqdis. Namun pada akhirnya mereka menyetujui permohonan
Syi’ah.
Pada tahun 492 H, bangsa Eropa
tiba dan menyerang wilayah Syam. Orang-orang Syi’ah membantu mereka dengan bala
tentara beserta berbagai senjata. Setelah melewati peperangan dahsyat, akhirnya
pasukan salib sampai kepada pengepungan Baitul Maqdis.
Mereka
mempergunakan lebih dari 40 manjaniq (ketapel pelontar ukuran
besar) untuk menghancurkan tembok-tembok pertahanan Baitul Maqdis. Sementara
sejumlah uskup memberikan motivasi kepada tentara-tentara salibis untuk gigih
dalam berperang. Dengan penuh keangkuhan, mereka maju mengatas-namakan perang
suci membela agama.
Hari Jum’at 7 Sya’ban, pasukan salib
yang berjumlah 1.000.000 tentara berhasil menduduki Baitul Maqdis. Pasukan
Salib menjarah benda-benda berharga dari Baitul maqdis. Mereka berbuat
sewenang-wenang dan membunuh lebih dari 60.000 warga di sekitar Baitul Maqdis.
Perang salib sendiri berlangsung
selama dua abad. Invasi militer pertamanya pada tahun 440 H dengan dukungan
dari pihak gereja katolik di Roma. Tahun itu mereka berhasil menguasai sejumlah
wilayah di Syam dan sekitar sungai Eufrat. Pihak gereja mengirimkan para uskup
dalam perang tersebut. Bahkan memprovokasi raja-raja Eropa untuk turut andil
dalam misi besar ini.
Pada tahun 494 H, pasukan Syi’ah
menyerang daerah Isfahan dan sekitarnya. Mereka membunuh umat Islam di sana,
menjarah rumah-rumah yang ada, dan mengumumkan akan membunuh orang-orang yang
dianggap terhormat.
Terjadilah pertumpahan darah di
daerah tersebut. Sebelumnya, mereka juga merebut benteng dalam jumlah banyak.
Hal ini mengakibatkan kelemahan di tubuh kaum muslimin, hingga pasukan salib
mudah menguasai wilayah-wilayah Islam.
Prahara pada Tahun
496 H – 500 H
Pada tahun 496 H, seorang pengikut
Syi’ah Rafidhah membunuh seorang ulama bernama Abul Muzhaffar al-Khujandi usai
mengajar di masjid jami’ di daerah Rayy. Beliau adalah salah satufuqaha’ bermadzab
Syafi’i.
Pada tahun 500 H, seorang menteri
bernama Fakhrul Malik terbunuh di Naisabur pada bulan Dzulhijjah. Ketika beliau
keluar dari rumahnya sore hari dalam keadaan berpuasa, lalu bertemu dengan
seseorang yang mau melaporkan pengaduan dengan membawa berkas.
Beliau pun mendekat dan membacanya.
Di kala beliau membaca dengan seksama, pemuda yang kelak diketahui sebagai
pengikut Syi’ah itu, langsung menikamnya dengan belati hingga meninggal pada
usia 66 tahun.
Pemuda tersebut akhirnya ditangkap
dan dibawa ke hadapan Sultan. Diapun mengakui perbuatannya. Bahkan berdusta
bahwa dirinya disuruh oleh para sahabat Menteri. Akhirnya, pemuda itu dan para
sahabat Menteri dijatuhi hukuman mati.
Prahara pada Tahun
503 H – 519 H
Pada tahun 503 H, seorang pengikut Syi’ah melakukan percobaan pembunuhan
terhadap menteri yang bernama Abu Nasr, namun upaya tersebut gagal. Hanya saja
Abu Nasr terluka akibat hal itu.
Setelah dinterogasi, akhirnya
pengikut Syi’ah itu memberitahukan keberadaan teman-temannya (Syi’ah
Ismailiyyah) yang ikut andil dalam misi tersebut. Setelahnya, mereka semua
dijatuhi hukuman mati.
Pada tahun 505 H, umat Islam di
bawah pimpinan Maudud bin Zanki, raja Mosul menyerbu pasukan salib yang berada
di Syam. Kaum muslimin meraih kemenangan, membunuh banyak tentara salibis, dan
berhasil merebut benteng dalam jumlah yang banyak dari tangan bangsa Eropa.
Lalu pasukan Islam kembali. Ketika
memasuki Damaskus, Maudud masuk masjid jami’ untuk menunaikan shalat di
dalamnya. Datanglah seorang pengikut Syi’ah Ismailiyyah yang menyamar sebagai
pengemis.
Pengemis gadungan tersebut meminta
sesuatu kepada Maudud. Ketika beliau mendekat hendak memberi, pengikut Syi’ah
itu langsung menikam tepat di hatinya hingga meninggal dunia.
Pada tahun 519 H, seorang pengikut
Syi’ah tega membunuh hakim senior yang bernama Abu Sa’d al-Harawi di daerah
Hamadan. Inna lillahi wainna ilaihi raji’un.
Prahara pada Tahun
562 H – 565 H
Pada tahun 562 H, seorang menteri
daulah Fathimiyyah bernama Syawir, mengirim utusan kepada raja Eropa di Baitul
Maqdis, untuk meminta bantuan menyerang pasukan Nuruddin Mahmud di Mesir.
Akhirnya pasukan salib dengan bantuan orang-orang Syi’ah menyerang Mesir.
Setelah terjadi peperangan yang
cukup alot di antara kedua belah pihak, pasukan gabungan tersebut dapat
dikalahkan pasukan Islam pimpinan Nuruddin Mahmud.
Pada tahun 564 H, seorang staf
khalifah Fathimiyyah bernama at-Thawasyi mengirim surat dari istana kerajaan
kepada bangsa Eropa, agar membantu mengusir pasukan Islam pimpinan Shalahuddin
al-Ayyubi dari Mesir.
Di tengah jalan, utusan yang membawa
surat rahasia tersebut dapat ditangkap. Shalahuddin al-Ayyubi akhirnya
mengetahui akan pengkhianatan ini. Lalu at-Thawasyi dapat dibunuh di kemudian
hari.
Pada tahun 565 H, para pejabat
Syi’ah mengirim surat meminta bantuan kepada bangsa Eropa. Pasukan salib pun
datang ke Mesir dari segala arah.
Memasuki bulan Safar, bangsa Eropa
dengan bantuan orang-orang Syi’ah mengepung kota Dimyath selama 50 hari dan
membunuh kaum muslimin yang ada di sekitarnya.
Shalahuddin al-Ayyubi khawatir
mereka nantinya akan menduduki kota al-Quds (Yerussalem), maka beliau meminta
bantuan kepada Nuruddin Mahmud di Damaskus. Nuruddin segera mengerahkan pasukan
besar untuk membantu umat Islam disana. Akhirnya, bangsa Eropa pergi
meninggalkan Dimyath.
Pasukan salib tidak melanjutkan
misinya karena terjadi silang pendapat di antara mereka tentang strategi
apa yang akan dilaksanakan. Apalagi, adanya laporan bahwa pasukan Nuruddin
Mahmud menyerbu wilayah mereka, mengepung benteng terkuat di kota Karkh dan
menguasainya.
Selama hidupnya, Nuruddin Mahmud
berjuang dengan segenap kemampuannya untuk membela agama Allah. Menjaga wilayah
perbatasan, melawan kejahatan negara kafir. Beliau berhasil mengembalikan lebih
dari 50 kota yang dulunya dikuasai kaum Nasrani.
Catatan tentang
Daulah Fathimiyyah
Para pembaca yang mulia,
sesungguhnya para khalifah daulah Fathimiyyah adalah sekumpulan orang yang
paling banyak menimbun harta, gemar melakukan kezaliman, dan paling buruk
riwayat hidupnya dalam sejarah.
Kemungkaran dan kebid’ahan banyak
terjadi di mana-mana. Orang-orang jahat bertambah banyak di berbagai tempat,
sementara orang-orang shalih semakin sedikit. Ditambah pula ajaran agama
Nasrani berkembang pesat di Syam.
Selama daulah Fathimiyyah berkuasa,
banyak tempat yang dihancurkan oleh pasukan salib. Banyak pula harta yang
dirampas oleh orang-orang kafir kala itu.
Bangsa Eropa
menguasai wilayah-wilayah Islam yang dahulunya berhasil ditaklukkan oleh para
sahabat Nabi. Umat Islam banyak yang terbunuh, banyak kaum wanita dan anak-anak
ditawan oleh bangsa Eropa. Tidak ada yang mengetahui jumlah-nya secara persis
kecuali Allah l saja. Inna lillahi wainna ilaihi raji’un.
Syi’ah tega melakukan berbagai
kejahatan disebabkan adanya keyakinan sesat bahwa kaum muslimin di luar
kelompoknya adalah kafir dan halal darahnya.
Akhir Kata
Imam Syafi’i rahimahullaah berkata
tentang sekte Syi’ah, “Aku tidak pernah melihat para pengikut hawa nafsu yang
lebih dusta dalam ucapan, dan bersaksi dengan persaksian palsu daripada Syi’ah
Rafidhah.” (lihat al-Ibanah al-Kubra)
Hati yang lurus tak akan tenang
dengan kejahatan dan pengkhianatan mereka. Luka-luka di hati kaum muslimin
jelas begitu mendalam.
Namun, semestinya kita bersikap
sesuai syariat dalam menyikapi permasalahan tersebut. Yaitu dengan menghindari
tindak anarkis dan menyerahkan urusan tersebut kepada pemerintah.
Pengkhianatan
Syi’ah dalam Lembaran Sejarah (bagian 3)
Betapa mulia nilai sebuah kejujuran. Sebaliknya,
kedustaan akan mengubah kejayaan menjadi kerendahan. Kehancuran sebuah bangsa
tidak hanya disebabkan oleh kelemahan sistem. Dalam tinjauan sejarah,
ditengarai di antara sebabnya adalah pengkhianatan. Di antara pengkhianat itu,
Syi’ah sebagai dalangnya.
Paparan berikut ini mengetengahkan sekelumit sejarah runtuhnya daulah
Abbasiyyah. Tersaji dari sejumlah karya tulis para ulama. Di antaranya adalah
kitab al-Bidayah wan Nihayah karya Imam Ibnu Katsir rahimahullah,
seorang ulama besar bermadzhab Syafi’i.
Sekilas Tentang
Daulah Abbasiyyah
Daulah ini didirikan pada tahun 132
H berpusat di Kufah, selanjutnya pindah ke Baghdad. Daulah Abbasiyyah berkuasa
selama 524 tahun. Menguasai Bahrain, Oman, Hijaz, Yaman, Persia, Khurasan,
Mosul, Armenia, Azerbaijan, Syam, Mesir, Afrika, dan India.
Para khalifah yang memimpin daulah
Abbasiyyah berjumlah 37 khalifah. Khalifah pertama daulah ini bernama Abul
‘Abbas as-Saffah. Beliau dibaiat pada bulan Rabiul Awwal 132 H di Kufah. Merupakan
keturunan sahabat Nabi yang bernama ‘Abdullah bin ‘Abbas. Karenanya, daulah ini
disebut dengan daulah Abbasiyyah.
Adapun khalifah terakhir daulah ini
adalah al-Mus’tashim Billah. Beliau meninggal pada tahun 656 H di Baghdad,
dibunuh oleh pasukan Tartar. Dengan itu maka berakhir pula masa pemerintahan
daulah Abbasiyyah.
Latar Belakang
Pengkhianatan
Kabilah-kabilah Tartar (Mongol) yang
menetap di pegunungan Mongolia dan Siberia berhasil dipersatukan oleh Jenghis
Khan, nama aslinya adalah Temujin. Para penyembah matahari ini selanjutnya
memulai invasi militernya pada awal tahun 616 H.
Mereka terus maju dan berhasil
menguasai sejumlah wilayah Islam seperti Bukhara, Samarqand, Hamadzan, Maru,
Naisabur, dan lainnya secara berurutan.
Sebabnya, karena sebelumnya para
pedagang Tartar masuk ke wilayah Islam membawa harta yang banyak dalam rangka
jual beli. Namun mereka dibunuh oleh pasukan Khawarizm Syah karena dicurigai
sebagai mata-mata. Bahkan raja Khawarizm Syah membunuh utusan Tartar, menyerang
pemukiman mereka, dan menawan sebagian penduduknya.
Pasukan Tartar terus melanjutkan
perjalanannya hingga sampai di wilayah Irak, pusat daulah Abbasiyyah.
Memasuki tahun 656 H, khalifah saat
itu adalah ‘Abdullah al-Mus’tashim Billah, dengan seorang perdana menteri yang
bernama Muhammad Ibnul ‘Alqami, pengikut Syi’ah Rafidhah yang mengafirkan para
sahabat dan istri Nabi n. Paham sesat yang membelenggu sanubarinya membuatnya
tega melakukan tindak kejahatan terhadap kaum muslimin.
Apalagi, pada tahun 655 H telah
terjadi peperangan antara Syi’ah Rafidhah dan umat Islam di daerah Karkh.
Syi’ah kalah, dan sejumlah wilayah mereka dikuasai. Termasuk rumah-rumah
kerabat Ibnul ‘Alqami. Dia pun marah dan merencanakan pembalasan yang jauh
lebih besar.
Ditambah pula dengan keberadaan
Nashiruddin at-Thusi yang berakidah Syi’ah Ismailiyyah, mantan menteri Syams
as-Syumus penguasa negeri Qila` al-Almut yang sebelumnya juga sebagai menteri
di masa sang ayah (penguasa sebelumnya) yang bernama ‘Alauddin. Kemudian
menjadi antek pasukan Tartar dan orang dekat pemimpin Tartar, Hulako Khan.
Langkah Awal
Pengkhianatan
Ibnul ‘Alqami berusaha keras untuk
memperlemah kekuatan daulah saat itu. Dia mengurangi jumlah tentara dengan
alasan keuangan negara sedang defisit. Pada khalifah sebelumnya, pasukan
Abbasiyyah mencapai 100.000 tentara. Jumlah ini terus dikurangi olehnya hingga
menjadi 10.000 tentara saja.
Kondisi ekonomi tentara tersebut
sangat memprihatinkan, banyak dari mereka meminta-minta di pasar atau di depan
masjid. Ibnul ‘Alqami juga membocorkan rahasia negara serta kondisi daulah
kepada raja Tartar yang bernama Hulako Khan, cucu dari Jenghis Khan.
Lebih parah dari itu, Ibnul ‘Alqami
memprovokasi Tartar untuk menyerbu daulah Abbasiyyah. Menjelaskan bahwa
semuanya akan berjalan dengan mudah, karena dia telah mengatur segalanya.
Kedatangan Pasukan
Tartar
Pada 12 Muharram
656 H, bangsa Tartar datang dengan kekuatan penuh berjumlah 200.000 tentara.
Dengan bantuan Badruddin Lu’lu’, raja Mosul yang berakidah Syi’ah, mereka
mengepung Baghdad menggunakan manjaniq (ketapel pelontar
berukuran besar) berjumlah banyak.
Di saat-saat genting, Ibnul ‘Alqami
bersama keluarga dan para pegawainya keluar menemui Hulako Khan, memberikan
sambutan dan sejumlah hadiah. Lalu Ibnul ‘Alqami kembali dan menyarankan
Khalifah untuk menemui Hulako Khan, membuat kesepakatan damai dengan memberikan
setengah hasil devisa negara kepada pihak Tartar. Khalifah pun menyetujuinya.
Khalifah menemui Tartar bersama
rombongan berjumlah 700 orang terdiri dari para pejabat, para hakim, fuqaha’,
dan lainnya. Tatkala hampir mendekati markas Hulako Khan, mereka dilarang masuk
kecuali hanya 17 orang saja.
Bertemulah Khalifah dengan Hulako
Khan. Ditanyai dengan banyak pertanyaan, al-Mus’tashim malah menjawab dengan
nada bergetar ketakutan.
Adapun mayoritas rombongan yang di
luar, seluruhnya dibunuh dan dirampas hartanya oleh pasukan Tartar.
Selanjutnya, Khalifah kembali dengan ditemani Ibnul ‘Alqami dan Nashiruddin
at-Thusi.
Istana kerajaan dalam pengepungan
pasukan Tartar. Mereka menyita emas, permata, mutiara, dan berbagai barang
berharga lainnya dari dalam istana. Khalifah, keluarga, dan para pejabat di
dalamnya dirundung ketakutan.
Runtuhnya Daulah
Abbasiyyah
Rabu 14 Safar, Khalifah menemui
Tartar untuk kedua kalinya. Meski awalnya bimbang, akhirnya Hulako Khan
mengeluarkan perintah bunuh berkat bujukan Ibnul ‘Alqami dan Nashiruddin
at-Thusi. Khalifah dibunuh dengan cara dimasukkan karung agar darahnya tidak menetes
ke tanah, lalu ditendang bertubi-tubi hingga meninggal pada usia 46 tahun.
Setelahnya, seluruh pasukan Tartar
menyerbu Baghdad dari segala penjuru tanpa ada perlawanan yang berarti. Tak
bisa dibayangkan apa yang terjadi. Suatu kaum yang gemar berperang, jika
berangkat perang tidak membawa banyak perbekalan karena biasa menyantap
berbagai macam daging atau bangkai hewan yang ada.
Aturan yang berlaku hanyalah hukum
Elyasiq buatan Jenghis Khan. Mereka pula tidak mengharamkan sesuatupun dalam
kehidupannya, tak mengenal istilah pernikahan, dan sangat mengagungkan Jenghis
Khan karena diyakini bahwa dia adalah putra dari dewa matahari.
Selama 40 hari di Baghdad, mereka
membunuh siapapun yang ditemui, baik laki-laki atau perempuan, anak kecil
maupun orang tua, hingga warna sungai Tigris berubah menjadi merah. Banyak yang
bersembunyi di dalam rumah, masjid, toko, sumur, dan tempat sampah.
Bahkan banyak pula
yang mencoba bersembunyi di dalam septic tank selama
berhari-hari. Namun sepertinya usaha tersebut sia-sia, karena pasukan Tartar
dapat membunuh mayoritas mereka.
Tidak ada yang selamat kecuali kaum
Yahudi, Nasrani, para konglomerat yang menyerahkan hartanya, serta orang-orang
yang berlindung di kediaman Ibnul ‘Alqami. Mereka harus menyerahkan harta
sebagai jaminan keselamatan.
Masjid-masjid yang
ada dilumuri khamr (minuman keras). Dalam satu hari, lebih
dari 500 ulama dibunuh. Lalu istana tersebut diberikan kepada seorang Nasrani.
Atas saran dari
kaum Nasrani, Tartar memaksa penduduk Baghdad yang tersisa untuk berbuka pada
siang bulan Ramadhan, memakan daging babi, dan minum khamr.
Ibnul ‘Alqami sendiri tak kalah
sadisnya. Dia membunuh para ulama, seperti Syaikh Muhyiddin Yusuf dan Syaikh
Shadruddin ‘Ali. Demikian pula dia membunuh para pejabat, khatib, imam, dan
penghafal Al-Qur`an. Lalu menawan gadis-gadis mereka. Sehingga selama beberapa
bulan tidak diadakan shalat berjamaah di masjid-masjid.
Adapun Nashiruddin at-Thusi, dia
menyarankan agar buku-buku Islam yang ada di berbagai perpustakaan Baghdad
untuk dibuang ke sungai. Maka seluruh karya tulis para ulama yang mereka dapati
dibuang ke sungai Dajlah, hingga warna airnya berubah menjadi hitam oleh tinta
selama beberapa hari.
Kota Baghdad seakan-akan tak
berpenghuni, sunyi senyap mewarnai sudut-sudut kota. Linangan air mata
membasahi tubuh-tubuh yang lemas terkulai. Sementara mayat-mayat bergelimpangan
di jalan-jalan seperti gundukan tanah.
Di tengah puing-puing bangunan,
tercium bau tidak sedap dari mayat-mayat yang mulai membusuk. Pencemaran udara
tersebut menimbulkan berbagai wabah penyakit berbahaya. Hingga wabah tersebut
menyebar ke Syam.
Ketakutan, kelaparan, dan isak
tangis pun memecah keheningan malam kota itu. Padahal sebelumnya, Baghdad
merupakan kota yang indah menawan dengan tata letak yang sangat rapi.
Sebagian dari
pakar sejarah menyebutkan bahwa jumlah korban kejahatan Tartar mencapai
2.000.000 jiwa. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.
Nasihat Ulama
Imam Malik, guru
Imam Syafi’i berkata tentang Syi’ah, “Jangan kamu berbincang dengan mereka, dan
jangan pula meriwayatkan hadits dari mereka, karena sungguh mereka itu selalu
berdusta.” (Lihat Minhajus Sunnah)
Akhir Kata
Para pembaca yang mulia, kita tentu
tercengang mendapati kenyataan ini. Diketahui bersama, bahwa kerusakan yang
terjadi di muka bumi ini disebabkan oleh ulah manusia. Di mana mereka selalu
bermaksiat, begitu jauh dari agama.
Semestinya kita
tidak terlena oleh dunia, mau meluangkan waktu untuk menimba ilmu Islam.
Bersumber dari kalam Ilahi dan tuntunan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa
sallam, disertai pemahaman para sahabatnya yang mulia.
Wallahu a’lam bish shawab.
Penulis: Ustadz
Muhammad Hadi hafizhahullaahu ta’aalaa
Hadits Palsu
أَنَا مَدِيْنَةُ الْعِلْمِ
وَعَلِيٌّ بَابُهَا فَمَنْ أَرَادَ الْعِلْمَ فَلْيَأْتِهِ مِنْ بَابِهِ
“Aku
adalah kota ilmu dan ‘Ali adalah pintunya. Maka barang siapa yang ingin meraih
ilmu, hendaknya mendatangi dari pintunya.”
Takhrij Hadits
Hadits ini
dikeluarkan oleh Ibnu Jarir ath-Thabari dalam Tahdzib al-Atsar,
at-Thabarani dalamal-Mu’jam al-Kabir, al-Hakim dalam al-Mustadrak,
al-Khathib al-Baghdadi dalam Tarikh Baghdad, dan Ibnu ‘Asakir dalam Tarikh
Dimasyq.
Kedudukan Hadits
Merupakan hadits maudhu’ (palsu)
dikarenakan pada jalan periwayatannya ada perawi yang bernama Abu as-Shalti
Abdus Salam bin Shalih al-Harawi.
Al-’Uqaili
berkata, “Dia kadzdzab (pendusta).” Abu Zur’ah berkata, ” (Abu
as-Shalti) bukan seorang tsiqah (terpercaya).” Ibnu ‘Adi
berkata, “Dia muttaham (tertuduh).” Imam al-Bukhari berkata,
“(Hadits) mungkar.” Abu Hatim berkata, “(Hadits ini) tidak ada asalnya.” Ibnu
Hibban berkata, “(Hadits ini) tidak ada asalnya.” Ad-Daruquthni berkata,
“Hadits ini goncang, tidak kokoh.” Ibnul Jauzi berkata, “Tidak shahih, tidak
ada asalnya (palsu).” An-Nawawi berkata, “(Hadits) palsu.” Ad-Dzahabi berkata,
“(Hadits) palsu.”
Pengkhianatan
Syi’ah bag. 4
December 3, 2013 admin Manhaj, Syi'ah No comments
Berapa banyak orang yang mengira
bahwa Syi’ah itu baik, karena tak seberapa jauh mengetahui hakikatnya.
Mencintai ahlul bait adalah sebuah keharusan. Ibarat serigala berbulu domba,
justru Syi’ahlah yang mengkhianati ahlul bait dan umat Islam.
Fakta sejarah
berikut ini bersandar pada sejumlah karya tulis para ulama, di antaranya adalah
kitab al-Bidayah Wan Nihayah karya al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah, seorang ulama besar bermadzab Syafi’i.
Mengajak untuk lebih mengenal identitas Syi’ah dalam kehidupan.
Pengkhianatan Pada Tahun 658 H.
Pada tahun tersebut, bangsa Tartar
dapat menduduki Damaskus dengan pasukan pimpinan panglima bernama Katbugho.
Kota Damaskus lalu diserahkan kepada panglima Tartar bernama Ibil Siyan yang
mengagungkan agama Nasrani.
Kaum Nasrani di
Damaskus gembira lantas mengelilingi kota dengan membawa salib besar,
membanggakan agama Nasrani, memaksa penduduk untuk berdiri mengagungkan salib.
Mereka tidaklah melewati sebuah masjid melainkan menyiramkan khamr (minuman keras) di dalamnya. Kaum Nasrani
juga menyiramkan khamer di atas kepala serta pakaian kaum muslimin. Mereka lalu
memasuki gereja Maryam.
Ketika mendapat laporan adanya
keinginan Tartar untuk menuju Mesir, maka al-Mudzaffar Quthz, raja Mesir
mendahului menyerang Tartar di ‘Ain Jalut, Syam. Pasukan Islam menang dan
membunuh ribuan pasukan Tartar, termasuk Katbugho. Untuk pertama kalinya,
bangsa Tartar kalah dengan kekalahan besar dan berlanjut di sejumlah medan
perang berikutnya.
Umat Islam di Damaskus membakar
salib besar yang dulunya diarak dan membakar gereja Maryam. Di dalam masjid
Jami’, mereka membunuh al-Fakhr Muhammad bin Yusuf al-Kanji. Dia adalah seorang
ulama Syi’ah Rafidhah yang jahat.
Ternyata tragedi memilukan di
Damaskus disebabkan oleh pengkhianatan kaum Syi’ah, termasuk al-Fakhr Muhammad
bin Yusuf al-Kanji. Dialah yang merampas harta umat Islam. Bahkan dia tega
berkhianat membocorkan kelemahan kaum muslimin kepada Tartar.
Pengkhianatan Pada Tahun 699 H
Syi’ah
Nushairiyyah dinisbahkan kepada pendirinya yang bernama Abu Syuhaib Muhammad
bin Nushair. Aliran ini menuhankan ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, mencela para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, meyakini reinkarnasi,
mengingkari hari kebangkitan, serta menghalalkan khamr dan perzinaan. Sekte ini adalah pecahan dari
Syi’ah Itsna Asy’ariyyah.
Pada tahun 699 H, tersiar kabar
bahwa bangsa Tartar memasuki wilayah Syam di bawah kekuasaan rajanya yang
bernama Qazan, cicit dari Hulako Khan. Maka pasukan Islam dari Damaskus keluar
untuk menghadang laju musuh. Kedua pasukan bertemu di dekat lembah Salimah pada
hari Rabu 27 Rabi’ul Awwal. Alhasil, pasukan Islam kalah dan banyak tentara
Islam yang lari menyelamatkan diri.
Tak disangka, Syi’ah Nushairiyyah
malah menawan, membunuh, serta merampas kuda dan persenjataan pasukan Islam
yang menyelamatkan diri ke wilayah mereka, di pegunungan al-Jarad dan Kisrawan.
Pasukan Tartar membunuh siapapun
yang ditemui dan melakukan kekejian di perbatasan wilayah Syam. Semua yang
terjadi disebabkan adanya persekongkolan dengan kaum Syi’ah. Di antaranya
dengan ulama Syi’ah bernama as-Syarif al-Qummi Muhammad al-Murtadha dan juga
al-Asyil bin Nashiruddin at-Thusi yang mendapat imbalan uang sebesar seratus
ribu dirham atas pengkhianatannya.
Pengkhianatan Pada Tahun 705 H
Pada tahun tersebut, bangsa Tartar
di bawah kekuasaan rajanya yang bernama Kharbanda, cicit dari Hulako Khan juga
dapat membunuh mayoritas pasukan Halab. Hal ini disebabkan adanya pengkhianatan
yang dilakukan oleh Syi’ah Nushairiyyah yang menetap di wilayah al-Jarad,
al-Rafdh, dan at-Tayaminah.
Di kemudian hari,
mereka (sekte syi’ah tersebut) dapat ditumpas oleh para mujahidin pimpinan
seorang ulama Ahlus Sunnah bernama Ibnu Taimiyyah rahimahullah, dibantu pasukan Syam pimpinan wakil
Sultan. Kaum muslimin berhasil membunuh banyak tentara Syi’ah dan menguasai
mayoritas wilayah mereka.
Pengkhianatan Pada Tahun 717 H
Pada tahun
tersebut, seorang tokoh Syi’ah Nushairiyyah bernama Muhammad bin al-Hasan
al-Mahdi al-Qaim Biamrillah bersama pengikutnya melakukan pemberontakan. Dia
meyakini bahwa ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu adalah
tuhan, kadang-kadang beranggapan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah penguasa
negeri-negeri.
Dia bersama
pasukannya keluar dengan mengafirkan umat Islam. Lalu mereka memasuki kota
Jabalah, membunuh penduduknya, dan merampas harta benda. Setelahnya, mereka
berhasil menghancurkan masjid-masjid, kemudian dijadikan sebagai tempat minum khamr.
Para tentara Syi’ah tersebut
menyuruh kepada setiap tawanan muslim untuk mengatakan, “Bahwa tiada tuhan yang
berhak untuk disembah melainkan ‘Ali, sujudlah kepada al-Mahdi tuhanmu yang
menghidupkan dan mematikan,” supaya kamu tidak terbunuh dan sebuah pernyataan
dituliskan untukmu.
Mereka bertekad untuk menguasai
kota-kota yang ada. Namun sebelum merealisasikan hal tersebut, pasukan
pemerintah islam berhasil membunuh mayoritas mereka, termasuk al-Mahdi
pimpinannya.
Pengkhianatan Pada Tahun 920 H
Pada tahun tersebut, pasukan Syi’ah
dipimpin oleh Syah Ismail as-Shafawi menyerang kota Baghdad. Mereka membunuh
penduduknya dan menghancurkan masjid-masjid yang ada. Mereka pula membongkar
kuburan-kuburan kaum muslimin.
Maka daulah Utsmaniyyah mengirim
pasukan untuk meredam kejahatan sekte Syi’ah tersebut. Terjadilah pertempuran
yang cukup dahsyat antara kedua kubu di gurun Jalidiran. Hasil akhir
pertempuran ini berpihak kepada pihak pemerintah.
Pengkhianatan Pada Tahun 933 H
Pada tahun tersebut, seorang tokoh
Syi’ah Rafidhah bernama Baba Dzunnun mengerahkan pasukannya untuk menduduki
kota Buzghad. Berjumlah lebih dari 3.000 tentara, mereka melakukan berbagai
kejahatan di kota tersebut.
Pasukan Syi’ah ini beberapa kali sempat
mengalahkan pasukan pemerintah yang dikirim kepada mereka. Hingga akhirnya
daulah Utsmaniyyah berhasil menumpas para pengikut Syi’ah tersebut.
Pengkhianatan Pada Tahun
928-974 H
Pada rentang waktu tersebut, kota
Quniyyah dan Mar’asy (di Turki) diserbu oleh pasukan Syi’ah pada masa sultan
Sulaiman al-Qanuni. Tokoh Syi’ah Rafidhah bernama Qalandar Jalabi membawa
pasukan sebanyak 30.000 tentara, membunuh kaum muslimin di dua kota tersebut.
Qalandar mengumumkan bahwa
barangsiapa yang mampu membunuh seorang muslim, maka dia mendapat pahala yang
melimpah. Di kemudian hari, mereka bisa dihancurkan oleh pemerintah.
Pengkhianatan Pada Tahun 1007 H
Pada tahun tersebut, Syi’ah Rafidhah
dipimpin oleh Syah Abbas as-Shafawi menduduki Baghdad. Mereka membunuh
pemimpinnya dan mendirikan negara baru. Syah Abbas menetapkan hukuman bunuh
atas setiap muslim, atau dibutakan kedua matanya kecuali mau pindah menjadi
pengikut Syi’ah.
Syah Abbas juga menjalin kerjasama
dengan bangsa Eropa untuk menghancurkan daulah Utsmaniyyah. Bersamaan dengan
hal itu, Syah Abbas membolehkan penyebaran agama Nasrani dan mengijinkan
pembangunan gereja-gereja. Sampai akhirnya mereka diperangi oleh daulah
Utsmaniyyah pada masa sultan Marad IV. Pasukan pemerintah berhasil membunuh
20.000 tentara Syi’ah.
Pengkhianatan Pada Tahun 1250 H
Pada tahun tersebut, sekte Syi’ah
menyerang kota Adzaqiyyah (di Suria). Mereka membunuh kaum muslimin dan
menjarah harta benda mereka di kota tersebut.
Daulah Utsmaniyyah berniat
mengembalikan mereka kepada jalan yang benar. Maka dibangun masjid-masjid untuk
mereka. Lalu kaum Syi’ah melaksanakan shalat di masjid-masjid tersebut.
Ketika pemerintah mengetahui bahwa
mereka sudah bertaubat, maka pemerintah membiarkan mereka tinggal di sana.
Setelah itu, mereka justru membakar masjid-masjid tersebut.
Pengkhianatan Pada Tahun 1339 H
Pada tahun tersebut, pasukan Islam
keluar hendak mengusir Perancis yang sedang menduduki Suriah. Syi’ah Itsna
Asy’ariyyah yang berada di daerah Salimah dan sekitarnya malah bergabung dengan
kubu Perancis menyerang pasukan daulah Utsmaniyyah.
Setelah melewati
pertempuran besar, umat Islam akhirnya dapat mengalahkan pasukan gabungan tersebut.
Segala puji bagi Allah subhanahu wa ta’ala yang
telah menghancurkan musuh-musuh Islam.
Keruntuhan Daulah Utsmaniyyah
Di akhir waktu, daulah Utsmaniyyah
semakin condong kepada filsafat. Kesyirikan, kebid’ahan, dan kemaksiatan pun
berkembang pesat. Ditambah dengan pendudukan Perancis atas Mesir dan Syam pada
tahun 1213 H/1798 M di masa sultan Salim III. Lalu kekalahan terus berlanjut.
Diperparah dengan kekalahan pada
perang dunia pertama (1914 M-1918 M) yang membuat kemerosotan dalam segala
bidang. Hingga Mustafa Kamal dapat membubarkan kekhilafahan pada 3 Maret 1924
M. Sultan Abdul Majid II sendiri dilengserkan melalui parlemen Turki.
Waktu berjalan dengan cepat, bangsa
Yahudi dapat menduduki Masjidil Aqsha. Mereka pula mendeklarasikan pembentukan
negara pada 14 Mei 1948 M di wilayah Palestina. Keberhasilan mereka tak lepas
dari makar Perancis dan Inggris. Demikian pula adanya konspirasi dengan Syi’ah
di Suriah. Dan, Syi’ah Nushairiyyah di Lebanon turut bergabung dengan militer
Yahudi dan Nasrani. Mereka mengatasnamakan diri sebagai Pasukan Karbala
melakukan blokade, membantu pihak kafir, dan membunuh umat Islam.
Akhir Kata
Al-Imam Abu Zur’ah
ar-Razi rahimahullah berkata tentang Syi’ah, “Mereka lebih
pantas untuk dicela dan mereka adalah orang-orang zindiq (menampakkan keislaman
dan menyembunyikan kekafiran).” (Lihat al-Kifayah lil Khathib
al-Baghdadi)
Para pembaca yang mulia, demikianlah
selayang pandang tentang Syi’ah dalam sejarah. Sebuah potret nyata yang jarang
diketahui oleh jiwa. Semoga bisa menjadi pelita dalam kegelapan dan menjadi
secercah cahaya bagi pencari kebenaran.
Wallahu a’lam bish shawab.
Dapatkan dalam bentuk pdf, klik disini
Sumber:
http://buletin-alilmu.net
lumayan panjang juga ya mas artikel nya hehehe :D
BalasHapusIya mbak. memang cukup panjang ..kan sejarah beratus-ratus tahun..o iya. kalo males baca lagsung kan bisa di download. Link download ada di akhir artikel itu lho mbak..
Hapus