Dari Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash radhiyallâhu ‘anhu, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
خَيْرُ الدُّعَاءِ دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ وَخَيْرُ
مَا قُلْتُ أَنَا وَالنَّبِيُّونَ مِنْ قَبْلِيْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ
اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ
عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ
“Sebaik-baik doa adalah doa hari ‘Arafah, serta sebaik-baik (ucapan) yang saya dan para nabi sebelumku ucapkan adalah, ‘Tiada
yang berhak diibadahi kecuali Allah semata, tiada serikat bagi-Nya,
untuk-Nyalah segala kekuasaan dan pujian, serta Dia Maha Mampu atas
segala sesuatu.’.”
Hadits dengan konteks di atas diriwayatkan oleh At-Tirmidzy dalam Jâmi’-nya 5/572 no. 3585 dan Al-Fâqihy dalam Akhbâr Makkah
5/24-25 dari jalan Muhammad bin Abi Humaid, dari ‘Amr bin Syu’aib, dari
ayah (‘Amr), dari kakek (‘Amr), Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash radhiyallâhu ‘anhâ, dari Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam.
Hadits tersebut diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya 2/201, Al-Baihaqy dalam Syu’abul Îmân 3/358, dan Al-Qazwainy dalam Ad-Tadwîn 2/168 dari jalan yang sama, tetapi dengan konteks,
كَانَ أَكْثَرُ دُعَاءِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ
يَوْمَ عَرَفَةَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ
لَهُ الْمَلَكُ وَلَهُ الْحَمْدُ بِيَدِهِ الْخَيْرُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ
شَىْءٍ قَدِيرٌ
“Kebanyakan doa Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam pada hari
‘Arafah adalah, ‘Tiada yang berhak diibadahi kecuali Allah semata, tiada
serikat bagi-Nya, untuk-Nyalah segala kekuasaan dan pujian, di tangan-Nyalah segala kebaikan, serta Dia Maha Mampu atas segala sesuatu.’.”
Hadits dengan jalan di atas adalah lemah, dilemahkan oleh Imam
At-Tirmidzy, Al-Hâfizh Ibnu Hajar, Asy-Syaukany, dan selainnya. Di dalam
sanadnya, terdapat seorang rawi yang bernama Muhammad bin Abi Humaid,
yang biasa juga disebut dengan laqabnya (gelarnya), yaitu Hammad bin Abi
Humaid. Beliau ini lemah menurut kesepakatan ahli hadits. Kendati
demikian, insya Allah, hadits dengan jalan ini bisa dikuatkan dengan
beberapa jalan lain. Walaupun tidak lepas dari kelemahan, kebanyakan
jalan lain tersebut bisa menerima dukungan dan menguatkan yang lain.
Uraian jalur-jalur periwatan tersebut sebagai berikut.
1. Diriwayatkan oleh Imam Malik dalam Al-Muwaththâ’ no. 500, 945,
Al-Fâqihy dalam Akhbâr Makkah 5/25, dan Al-Baihaqy dalam As-Sunan
Al-Kubrâ` 4/284, 5/117 dari jalan Ziyâd bin Abi Ziyâd, dari Thalhah bin
‘Ubaidullah bin Kariz bahwa Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
أَفْضَلُ الدُّعَاءِ دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ ،
وَأَفْضَلُ مَا قُلْتُ أَنَا والنَّبِيُّونَ مِنْ قَبْلِيْ لاَ إِلَهَ
إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ
“Doa yang paling afdhal adalah doa hari ‘Arafah, serta (ucapan) yang
paling afdhal yang saya dan para nabi sebelumku ucapkan adalah, ‘Tiada
yang berhak diibadahi kecuali Allah semata, tiada serikat bagi-Nya.’.”
Namun hadits di atas juga lemah karena sanadnya mursal. Thalhah bin
‘Ubaidullah bin Kariz adalah seorang tabi’in dan tidak berjumpa dengan
Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam, walaupun beliau seorang rawi yang
tsiqah (terpercaya). Oleh karena itu, hadits ini dilemahkan oleh
Al-Baihaqy, Ibnu ‘Abdil Barr, dan selainnya. Akan tetapi, hadits ini
adalah pendukung yang cukup baik untuk hadits Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash
radhiyallâhu ‘anhû.
Memang ada riwayat yang menjelaskan bahwa hadits di atas diriwayatkan
secara maushûl (bersambung), yaitu sebagaimana dalam riwayat Ibnu ‘Ady,
dalam Al-Kâmil 4/290, dan Al-Baihaqy, dalam Syu’abul Îmân 3/462 no.
4072, dari jalan ‘Abdurrahman bin Yahya Al-Madany, dari Mâlik bin Anas,
dari Sumayyi maula Abi Bakr, dari Abu Shâlih, dari Abu Hurairah
radhiyallâhu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
أَفْضَلُ الدُّعَاءِ دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ،
وَأَفْضَلُ قَوْلِيْ وَقَوْلِ الْأَنْبِيَاءِ قَبْلِيْ لَا إِلَهَ إِلَّا
اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ، وَلَهُ الْحَمْدُ،
يُحْيِي وَيُمِيتُ، بِيَدِهِ الْخَيْرُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Doa yang paling afdhal adalah doa hari ‘Arafah, serta ucapanku dan
ucapan para nabi sebelumku yang paling afdhal adalah, ‘Tiada yang berhak
diibadahi kecuali Allah semata, tiada serikat bagi-Nya, untuk-Nyalah
segala kekuasaan dan pujian, Dia menghidupkan dan mematikan, di tangan-Nyalah segala kebaikan, serta Dia Maha Mampu atas segala sesuatu.’.”
Ibnu ‘Ady menyebutkan riwayat di atas sebagai salah satu hadits
mungkar dalam periwayatan ‘Abdurrahman bin Yahya. Alasan beliau adalah
karena riwayat yang terkenal dari Imam Malik dalam hal ini adalah secara
mursal sebagaimana yang telah lalu.
Selain itu, riwayat secara maushûl ‘bersambung’ juga dilemahkan oleh Imam Al-Baihaqy[1] dan Imam Ibnu ‘Abdil Barr, dalam At-Tamhîd 6/39.
2. Diriwayatkan oleh Ishaq bin Rahawaih dalam Musnad-nya sebagaimana
dalam Al-Mathâlib Al- ‘Aliyah 3/332-333, Ibnu Abi Syaibah dalam
Mushânnaf 3/382, 6/84[2], dan Al-Baihaqy dalam Sunan Al-Kubrâ`
5/117 dari jalan Musa bin Ubaidah dari saudaranya, Abdullah bin Musa,
dari Ali bin Abi Thalib radhiyallâhu ‘anhum bahwa Rasulullah shallallâhu
‘alaihi wa sallam bersabda,
أَكْثَرُ دُعَائِيْ وَدُعَاءِ الأَنْبِيَاءِ
قَبْلِيْ بِعَرَفَةَ لاَ إِلَه إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ
لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ
اللَّهُمَّ اجْعَلْ فِيْ قَلْبِيْ نُورًا وَفِيْ سَمْعِيْ نُورًا وَفِيْ
بَصَرِيْ نُورًا اللَّهُمَّ اشْرَحْ لِيْ صَدْرِيْ وَيَسِّرْ لِيْ أَمْرِيْ
وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ وَسْوَاسِ الصَّدْرِ وَشَتَاتِ الأَمْرِ وَفِتْنَةِ
الْقَبْرِ اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا يَلِجُ فِي
اللَّيْلِ وَشَرِّ مَا يَلِجُ فِي النَّهَارِ وَشَرِّ مَا تَهُبُّ بِهِ
الرِّيَاحُ وَمِنْ شَرِّ بَوَائِقِ الدَّهْرِ
“Kebanyakan doaku dan doa para nabi sebelumku di ‘Arafah adalah,
‘Tiada yang berhak diibadahi kecuali Allah semata, tiada serikat
bagi-Nya, untuk-Nyalah segala kekuasaan dan pujian, serta Dia Maha
Mampu atas segala sesuatu. Ya Allah, jadikanlah cahaya pada hatiku,
cahaya pada pendengaranku, dan cahaya pada penglihatanku. Ya Allah,
lapangkanlah dadaku dan permudahlah urusanku. Saya berlindung kepada-Mu
terhadap keraguan hati, ketercerai-beraian perkara, dan fitnah alam
kubur. Ya Allah, saya berlindung kepada-Mu terhadap kejelekan sesuatu
yang berjalan pada malam hari, kejelekan sesuatu yang berjalan pada
siang hari, kejelekan sesuatu yang terembus oleh angin, dan dari
kejelekan gangguan masa.’.” [3]
Hadits di atas lemah karena Musa bin Ubaidah dha’if (haditsnya lemah)
dan riwayat saudaranya, Abdullah, dari Ali bin Abi Thalib adalah mursal
(terputus) karena Abdullah tidak berjumpa dengan Ali radhiyallâhu ‘anhu sebagaimana yang ditegaskan oleh Abu Zur’ah[4] dan Al-Baihaqy[5].
3. Diriwayatkan oleh Imam Ath-Thabarâny dalam Fadhl ‘Asyar Dzilhiijah [6] dari jalan Qais bin Ar-Rabî’, dari Al-Agharr bin Ash-Shabbâh, dari Khalifah bin Hushain, dari Ali radhiyallâhu ‘anhu secara marfu’ dengan konteks,
أَفْضَلُ مَا قُلْتُ أَنَا والنَّبِيُّونَ عَشِيَّةَ يَوْمِ عَرَفَةَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ
“(Ucapan) yang paling afdhal yang saya dan para nabi ucapakan
pada sore hari ‘Arafah adalah, ‘Tiada yang berhak diibadahi kecuali
Allah semata, tiada serikat bagi-Nya, untuk-Nyalah segala kekuasaan dan
pujian, serta Dia Maha Mampu atas segala sesuatu.’.”
Dalam At-Talkhîsh, Al-Hafizh Ibnu Hajar
mengisyaratkan akan kelemahan sanad riwayat tersebut karena seorang
rawi, Qais bin Ar-Rabî’. Namun, Syaikh Al-Albâny berkomentar bahwa
riwayat ini cukup baik dijadikan sebagai syâhid (pendukung).
4. Dalam Ash-Shahîhah 4/7-8, Syaikh Al-Albâny menyebutkan bahwa, dalam At-Targhîb,
Al-Ashbahâny meriwayatkan dari Abu Marwan Muhammad bin Utsman Al-Umawy,
dari Abdul Aziz bin Muhammad, dari ‘Amr bin Abi ‘Amr, dari
Al-Muththalib secara mursal dengan konteks,
أَفْضَلُ الدُّعَاءِ دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ ،
وَأَفْضَلُ مَا أَقُوْلُهُ أَنَا وَمَا قَالَهُ النَّبِيُّونَ مِنْ
قَبْلِيْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ
“Doa yang paling afdhal adalah doa hari ‘Arafah, dan sesungguhnya
ucapanku dan ucapan para nabi sebelumku yang paling afdhal adalah,
‘Tiada yang berhak diibadahi kecuali Allah.’.”
Syaikh Al-Albâny berkomentar bahwa hadits mursal ini sanadnya hasan.
5. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf 3/382, 6/84 dari jalan Waki’, dari Nadhar bin ‘Araby, dari Ibnu Abi Husain bahwa Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَكْثَرُ دُعَائِيْ وَدُعَاءِ
الأَنْبِيَاءِ قَبْلِيْ بِعَرَفَةَ لاَ إِلَه إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ
شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ
قَدِيرٌ
“Doaku dan doa para nabi sebelumku yang teragung di ‘Arafah
adalah, ‘Tiada yang berhak diibadahi kecuali Allah semata, tiada serikat
bagi-Nya, untuk-Nyalah segala kekuasaan dan pujian, Dia menghidupkan dan mematikan, di tangan-Nyalah segala kebaikan, serta Dia Maha Mampu atas segala sesuatu.’.”
Hadits ini mursal. Tentang Ibnu Abi Husain, saya tidak mengetahui status dia.
6. Diriwayatkan oleh Al-Uqaily dalam Adh-Dhu’afâ` 3/462 dari jalan Faraj bin Fudhâlah, dari Yahya bin Sa’îd, dari Nafi’, dari lbnu Umar, lbnu Umar berkata bahwa Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
دُعَائِيْ وَدُعَاءُ الأَنْبِيَاءِ قَبْلِيْ
عَشِيَّةَ عَرَفَةَ لاَ إِلَه إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ
لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ
“Doaku dan doa para nabi sebelumku pada sore hari ‘Arafah adalah,
‘Tiada yang berhak diibadahi kecuali Allah semata, tiada serikat
bagi-Nya, untuk-Nyalah segala kekuasaan dan pujian, serta Dia Maha Mampu
atas segala sesuatu.’.”
Hadits di atas disebutkan oleh Al-Uqaily dalam Adh-Dhu’afâ sebagai salah satu riwayat Faraj bin Fudhâlah yang mungkar dan tidak mempunyai pendukung.
Dalam Al-Kâmil 3/40, Ibnu ‘Ady menyebutkan jalan lain, yaitu
dari jalan Utsman bin Miqsam Al-Barry, dari Nâfi’, dari Ibnu Umar bahwa
Ibnu Umar berkata,
كان أَكْثَرُ دُعَاءِ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ
بِعَرَفَاتٍ لاَ إِلَه إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ لَهُ
الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ
“Kebanyakan doa Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam
di ‘Arafah adalah, ‘Tiada yang berhak diibadahi kecuali Allah semata,
tiada serikat bagi-Nya, untuk-Nyalah segala kekuasaan dan pujian, serta
Dia Maha Mampu atas segala sesuatu.’.”
Ibnu Adi menganggap bahwa riwayat di atas adalah salah satu hadits mungkar dalam riwayat Utsman Al-Barry.
Simpulan Uraian
Dari uraian di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa, walaupun tidak
lepas dari kelemahan, kebanyakan riwayat di atas bisa menerima dukungan
dan menguatkan riwayat lain. Oleh karena itu, derajat hadits, dengan
konteks yang tersebut pada awal pembahasan hadits ketujuh, adalah hasan,
insya Allah.
Syaikh Al-Albâny rahimahullâh adalah salah satu ulama yang menguatkan hadits di atas[7].
Fiqih Hadits
Ibnu ‘Abdil Barr rahimahullâh berkata, “Di antara fiqih
yang terkandung dalam hadits di atas adalah bahwa doa pada hari ‘Arafah
lebih utama daripada doa pada hari-hari lain …, juga menunjukkan bahwa
doa pada hari ‘Arafah adalah mustajabah secara global.”[8]
Yang tampak dari konteks adalah bahwa syariat tentang memperbanyak
doa pada hari ‘Arafah tidak hanya berlaku bagi mereka yang melaksanakan
wuquf di ‘Arafah, tetapi juga mencakup seluruh kaum muslimin yang
mendapati hari itu.
[1] Setelah meriwayatkan hadits di atas, lihatlah komentar beliau dalam Syu’abul Îmân dan As-Sunan Al-Kubrâ` 5/117.
[2] Dalam At-Tamhîd 6/40-41, Ibnu ‘Abdil Barr juga meriwayatkan dari jalan Ibnu Abi Syaibah.
[3] Lafazh hadits adalah milik Al-Baihaqy.
[4] Sebagaimana dalam Tahdzîbut Tahdzîb.
[5] Sebagaimana dalam As-Sunan Al-Kubrâ` 5/117.
[6] Sebagaimana dalam Ash-Shahîhah 4/7 karya Syaikh Al-Albâny dan At-Talkhîsh karya Al-Hafizh Ibnu Hajar.
[7] Bacalah pembahasan beliau dalam Ash-Shahîhah Jilid 4 hal. 6-8 no. 1503.
[8] At-Tamhîd 6/41-42.