Inna a’thainaka
al-kautsar (1) Fa shalli lirabbika wanhar (2) Inna syani-aka huwa
al-abtar (3)
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat
yang banyak. ,aka. Dirikanlah shalat karena Rabb-mu dan berkorbanlah.
Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu, dialah yang terputus.” [QS.
Al-Kautsar: 1-2]
Tafsir Surat
Dikatakan bahwa surat ini termasuk dalam golongan surat Makkiyah.
Dikatakan pula bahwa surat ini termasuk golongan surat Madaniyah. Surat
Makkiyah adalah surat yang turun sebelum
hijrah Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam menuju Madinah, baik
yang turun di Makkah, Madinah ataupun dalam perjalanan. Semua surat yang turun
setelah peristiwa Hijrah adalah Madaniyah sedangkan yang turun sebelumnya
adalah Makkiyah. Inilah pendapat yang paling kuat diantara pendapat-pendapat
para ulama. Allah Azza wa Jalla ketika
berdialog dengan Nabi Shallallahu Alaihi
wa Sallam berfirman,
Al-kautsar dalam bahasa Arab berarti kebaikan yang banyak. Demikianlah Nabi Shallallahu alaihi wasallam telah diberi
oleh Allah Ta’ala kebaikan yang
sangat banyak di dunia dan di akhirat. Di antaranya adalah sebuah sungai yang
sangat besar yang ada di dalam surga yang mengalir darinya dua aliran parit
menuju telaga beliau yang menjadi tempat minum orang banyak. Airnya lebih putih
daripada susu dan lebih manis rasanya daripada madu, dan lebih harum daripada
minyak misk. [247].
Telaga ini ada di tengah hamparan luas di hari Kiamat yang didatangi
oleh banyak orang-orang mukmin dari kalangan umat Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam. Piala-pialanya
laksana bintang-bintang di langit dalam hal banyak dan indahnya. [248]
Siapa saja yang ketika di dunia mengikuti syariatnya, maka dia akan
bisa mendatangi telaganya di hari akhirat. Sedangkan orang yang tidak mengikuti
syariatnya, maka dia akan dicegah untuk mendekati telaga beliau di akhirat
kelak.
Di antara banyak kebaikan yang telah diberikan kepada Nabi Muhammad
Shallallahu alaihi wa sallam di dunia
adalah apa yang telah shahih di dalam kitab Ash-Shahihain dari hadits Jabir Radhiyallahu
‘anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa Sallam bersabda,
“Aku telah diberi lima hal yang
belum pernah diberikan kepada seorangpun dari para nabi sebelumku. (1)aku
diberi pertolongan dengan takutnya musuh sekalipun berada pada perjalanan
berjarak satu bulan. (2)dijadikan bumi untukku sebagai masjid dan suci, maka
siapapun orangnya yang masuk waktu shalat hendaknya menunaikan shalat, (3)aku
diberi syafaat (4)dihalalkan bagiku harta rampasan perang dan (5)setiap nabi
diutus khusus kepada umatnya, sedangkan aku diutus untuk manusia secara umum.”[249]
Inilah bagian dari kebaikan yang banyak,
karena beliau diutus kepada semua manusia, maka mengharuskan beliau menjadi
seorang Nabi yang paling banyak pengikutnya dibandingkan para nabi yang lainnya.
Demikianlah beliau sebagai seorang nabi yang
paling banyak pengikutnya. Sebagaimana telah diketahui bahwa orang yang
menunjukkan kepada suatu kebaikan, maka dia sama dengan orang yang melakukan
kebaikan itu. Orang yang menunjuki umat yang besar yang mengungguli semua umat
adalah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam. Dengan demikian, Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wasallam menjadi memiliki bagian yang sama dengan pahala
setiap orang dari umatnya. Siapa yang bisa menghitung jumlah umat beliau selain
Allah Azza wa Jalla. Diantara kebaikan yang banyak yang diberikan kepada
beliau di akhirat Al-Maqam al-Mahmud ‘kedudukan terpuji’ yang darinya
diterima syafa’at agung. Semua manusia di hari kiamat akan menderita kesulitan dan
kesedihan yang sangat yang tak tertahankan oleh mereka. Sehingga mereka meminta
syafa’at. Mereka datang kepada Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa alaihimush
shalatu wassalam hingga Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk memberikan syafa’at. Allah subhanahu
wata’ala mengadili di antara para hambanya dengan syafa’at beliau. [250]
Inilah maqam yang dipuji oleh orang-orang terdahulu dan
orang-orang kemudian dan masuk ke dalam firman Aallah Ta’ala,
“… Mudah-mudahan
Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.” [Al-Isra’: 79]
Jadi, Al-Kautsar adalah kebaikan
yang banyak. Di antaranya adalah sungai di surga. Sungai yang ada di surga
tidak diragukan dia adalah kebaikan yang sangat banyak. Dinamakan Al-Kautsar
tetapi bukan itu saja yang diberikan oleh Allah Azza wa Jalla kepada Nabi-Nya Shallallahu
alaihi wasallam dari berbagai macam kebaikan.
Ketika Allah Azza wa Jalla menyebutkan anugerah-Nya kepada beliau berupa
kebaikan yang sangat banyak, maka selanjutnya dia berfirman,
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan
berkorbanlah.” (Al-Kautsar: 2)
Sebagai tanda syukur kepada Allah Azza
wa Jalla atas berbagai macam nikmat yang agung, hendaknya engkau menegakkan shalat
dan berkurban untuk Allah. Yang dimaksud shalat disini adalah semua macam
shalat. Shalat yang mula-mula termasuk ke dalamnya adalah shalat yang
dibarengkan dengannya ibadah kurban, yaitu shalat Ied Al-Adhha. Akan
tetapi, ayatnya komprehensif dan mencakup shalat fardhu dan nawafil (sunnah
tambahan), shalat Ied dan Jum’at.
Wanhar ‘dan berkurbanlah’ yakni bertaqarrublah
kepada-Nya dengan ibadah kurban. Kurban nahr (istilah teknis penyembelihan hewan
kurban) khusus untuk unta, sedangkan dhabh ‘penyembelihan’ untuk sapi atau kambing. Akan
tetapi disebutkan dengan nahr karena unta lebih bermanfaat dibandingkan dengan
selainnya dikaitkan dengan orang-orang miskin. Oleh sebab itu, Nabi Shallallahu
alaihi wasallam melakukan penyembelihan pada haji wada’ dengan seratus ekor unta. Dan
dengan tangannya sendiri beliau menyembelih sebanyak enam puluh tiga ekor. Sisanya
diserahkan kepada Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu untuk disembelih. Beliau menyedekahkan semua
bagiannya, kecuali satu bagian kecil dari masing-masing unta itu. Beliau
mengambilnya, lalu memasukkannya ke dalam kuali, lalu memasaknya dan beliau
makan dagingnya dan minum dari kuahnya. Lalu beliau memerintahkan untuk
menyedekahkan hingga sebagian besar dari kulitnya. [251]
Perintah dalam ayat itu ditujukan kepada
beliau dan umat beliau. Maka, kita harus mengikhlaskan shalat hanya untuk Allah.
Kita harus mengikhlaskan penyembelihan hanya untuk Allah sebagaimana Nabi kita Shallallahu
alaihi wasallam diperintahkan demikian.
Kemudian Allah Ta’ala berfirman,
“Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu, dialah yang
terputus’. (Al-Kautsar:3). Kalimat ini sebagai pasangan kalimat yang menunjukkan
pemberian kebaikan yang sangat banyak.
Frman Allah Azza wa Jalla, Inna Syaani-aka huwal abtar ‘‘sesungguhnya orang-orang yang membenci
kamu, dialah yang terputus’. Syaani-aka adalah orang yang membencimu. Syana-aanu
artinya ‘kebencian’. Diantara contohnya adalah firman Allah Azza
wa Jalla ,
“ … Dan janganlah sekali-kali kebencian (mu) kepada suatu kaum
karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidil Haram, mendorongmu berbuat
aniaya (kepada mereka)…”
(Al-Maidah: 2), yakni jangan sekali-kali kebencianmu membawamu untuk berlaku
aniaya.
Juga firman Allah Azza wa Jalla,
“…dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum,
mendorong kamu untuk berlaku tidak adil…” (Al-Maidah: 8), yakni jangan
sekali-kali kebencianmu membawamu untuk meninggalkan sifat adil.
“….Berlaku
adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.” (Al-Maidah: 8)
Maka kata syani-aka di dalam firman-Nya inna
syaani-aka ’sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu’. Huwal abtar ‘dialah
yang terputus’. Al-abtar adalah isim tafdhil dari batara yang
artinya ‘putus’ . Sehingga makna dari al-abtar adalah orang yang paling
terputus. Orang yang terputus dari segala macam kebaikan. Yang demikian karena orang-orang
kafir Quraisy berkata, “Muhammad adalah orang yang paling terputus. Tidak
ada kebaikan dan berkah padanya atau pengikutnya. Paling putus, ketika kematian
al-Qasim Radhiyallahu anhu.” Mereka berkata, “Muhammad paling terputus,
tidak ada anak baginya, dia terputus keturunannya.” Maka Allah Azza wa
Jalla menjelaskan bahwa yang paling terputus adalah para pembenci
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam. Dia adalah orang yang paling
terputus sehingga terputus dari segala macam kebaikan. Orang yang tidak ada
keberkahan padanya. Kehidupannya hanya akan menjadi sesalan baginya. Jika ini
berkaitan dengan orang yang membencinya, maka demikian pula orang yang membenci
syariatnya. Siapa saja yang membenci syariat Rasulullah Shallallahu alaihi
wasallam atau membenci syi’ar diantara syiar-syiar Islam, atau membenci
ketaatan yang menjadi sarana ibadah bagi manusia di dalam agama Islam, maka dia
kafir keluar dari agama. Hal itu karena firman Allah Ta’ala,
“yang demikian itu adalah karena Sesungguhnya
mereka benci kepada apa yang diturunkan Allah (Al Quran) lalu Allah
menghapuskan (pahala-pahala) amal-amal mereka.” (Muhammad: 9)
Tidak ada penggugur pahala amal kecuali kekufuran. Jadi, siapa saja
yang benci shalat fardhu, maka dia adalah kafir meskipun melakukan shalat. Siapa
saja yang benci kewajiban zakat, maka dia kafir sekalipun berzakat. Akan
tetapi, orang yang merasa berat berzakat dengan tidak benci kepadanya, maka di
dalamnya permacaman dari macam-macam kemunafikan, namun demikian dia tidak
dikafirkan. Sungguh berbeda antara orang yang keberatan dengan orang yang
membenci sesuatu.
Jadi surat ini mengandung penjelasan tentang nikmat Allah Azza
wa Jalla kepada Rasul-Nya Shallallahu alaihi wasallam dengan
diberinya kebaikan yang banyak, kemudian perintah untuk ikhlas untuk Allah Azza
wa Jalla di dalam berbagai macam shalat dan berkurban. Demikian pula dalam
berbagai macam ibadah. Kemudian juga penjelasan mengenai siapa saja yang
membenci Rasulullah Shallalahu alaihi wasallam atau sebagian syariatnya,
maka dialah orang yang paling terputus yang tidak ada kebaikan dan berkah
padanya. Kita senantiasa memohon kepada Allah sudi kiranya memberikan ampunan
dan keselamatan.
Disalin dari:
Muhammad bin Shalih al-Utsaimin. 2007. “Terjemah Tafsir Jus ‘Amma
karya Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin”. Penerjemah: Drs. Asmuni. Jakarta:
PT. Darul Falah. pp. 484-9.
Dapatkan Informasi Keislaman dan Kedokteran Terbaru dan
Terpercaya di Maktabah IMU,
Klik: http://islamicandmedicalupdates.blogspot.com
[247]Dari riwayat At-Tirmidzi, Kitab
At-Tafsir, Bab “Wa min Surat Al-Kautsar”. (3361), dan ia berkata, “hadits
Hasan shahih”
[248] Ditakhrij Muslim, Kitab
Al-Fadhail, Bab ‘Itsbatu Haudhi Nabiyyina Shallallahu alaihi wa sallam wa
shifatihi”, (2300-2301)
[249] Ditakhrij al-Bukhari, Kitab
At-Tayammum, Bab Firman Allah: Falam yajiduu Ma’an Fatayammamuu Sha’iidan
Thayyinbah’ (335), dan Muslim, Kitab
Ash-Shalah, Bab “Al-masaajid wa Mawadhi Ash-Shalat”, (521, (3)
[250] Ditakhrij Al-Bukhari, Kitab At-Tafsir, Bab “Dzurriyata man hamainaa
ma’a nuhin”, (4712); dan Muslim, Kitab al-Iman,Bab “Adna Ahl Jannati
Manzilatan fiha” (194), (327).
[251] Ditakhrij Al-Bukhari, Kitab Al-Hajj , Bab “Yatashaddaqu
Bijalal Al-Badan”, (1718); dan Muslim, Kitab Al-Hajj, Bab “Ash-Shadaqah
bi Luhum Al-Hadyi wa Jalaliha”, (1317), (348).
Terimakasih atas share nya mas. Jadi nambah wawasan buat saya tentang ilmu agama :)
BalasHapusiya berbagi itu indah. semoga bisa mengamalkan kandungan isinya.
Hapus