(ditulis oleh: Al-Ustadz Saifuddin Zuhri, Lc.)
إِنَّ الْحَمْدَ لِلهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ 
وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ 
أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ 
فَلاَ هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ 
شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ 
تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. [آل عمران: 102]
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ 
نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا 
كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ 
وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا [النساء: 1]
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُولُوا قَوْلًا 
سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ 
وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا [الأحزاب: 
70-71]
أَمَّا بَعْدُ: فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ 
الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ n وَشَرَّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا فَإِنَّ 
كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ 
فِي النَّارِ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ 
مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ 
إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، أَمَّا بَعْدُ:
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Marilah kita senantiasa bertakwa kepada Allah l dengan menjalankan 
perintah-perintah-Nya sekuat kemampuan kita, serta dengan menjauhi 
segala larangan-Nya. Dan marilah kita senantiasa mengingat bahwa dunia 
yang kita tempati ini bukanlah tempat tinggal selamanya. Bahkan 
sebenarnya kita sedang dalam suatu perjalanan menuju tempat tinggal yang
 sesungguhnya di alam akhirat nanti. Telah banyak orang yang dulunya 
bersama kita atau bahkan dahulu tinggal satu rumah dengan kita, telah 
melewati dan meninggalkan dunia ini. Mereka telah meninggalkan tempat 
beramal di dunia ini menuju tempat perhitungan dan pembalasan amalan. 
Akan segera datang pula saatnya kita menyusul mereka. Maka, marilah kita
 manfaatkan dunia ini sebagai tempat mencari bekal untuk kehidupan 
akhirat kita. Sungguh seseorang akan menyesal ketika pada hari 
perhitungan amal nanti dia datang dalam keadaan tidak membawa amal 
shalih. Allah l berfirman:
يَوْمَئِذٍ يَتَذَكَّرُ الْإِنْسَانُ وَأَنَّى لَهُ الذِّكْرَى. يَقُولُ يَا لَيْتَنِي قَدَّمْتُ لِحَيَاتِي
“Pada hari itu ingatlah manusia, akan tetapi tidak berguna lagi 
mengingat itu baginya. Dia mengatakan: ‘Alangkah baiknya kiranya aku 
dahulu mengerjakan (amal shalih) untuk hidupku (di akhirat) ini’.” 
(Al-Fajr: 23-24)
Hadirin yang mudah-mudahan senantiasa dirahmati Allah l,
Di dalam perjalanan hidup di dunia ini, kita akan menjumpai hari-hari
 yang Allah l berikan keutamaan di dalamnya. Yaitu dengan 
dilipatgandakannya balasan amalan dengan pahala yang berlipat, tidak 
seperti hari-hari biasanya. Di antara hari-hari tersebut adalah sepuluh 
hari pertama di bulan Dzulhijjah. Hal ini sebagaimana tersebut di dalam 
sabda Nabi n:
مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِـحُ فِيْهَا أَحَبَّ إِلَى اللهِ 
مِنْ هَذِهِ اْلأَيَّامِ- يَعْنِي أَيَّامَ الْعَشْرِ. قَالُوْا: يَا 
رَسُوْلَ اللهِ، وَلاَ الْـجِهَادُ فِي سَبِيْلِ اللهِ؟ قَالَ: وَلاَ 
الْـجِهَادُ فِي سَبِيْلِ اللهِ إِلاَّ رَجُلاً خَرَجَ بِنَفْسِهِ 
وَمَالِهِ ثُمَّ لَـمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ
“Tidaklah ada hari yang amal shalih di dalamnya lebih dicintai oleh 
Allah dari hari-hari tersebut (yaitu sepuluh hari pertama bulan 
Dzulhijah).” Para sahabat pun bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah jihad 
di jalan Allah tidak lebih utama?” Rasulullah n berkata: “Tidaklah jihad
 lebih utama (dari beramal di hari-hari tersebut), kecuali orang yang 
keluar (berjihad) dengan jiwa dan hartanya, kemudian tidak kembali 
dengan keduanya (karena mati syahid).” (HR. Al-Bukhari)
Saudara-saudaraku kaum muslimin yang mudah-mudahan senantiasa dirahmati Allah l,
Pada sepuluh hari yang pertama ini, kita juga disyariatkan untuk 
banyak berdzikir kepada Allah l, baik itu berupa ucapan takbir, tahmid, 
maupun tahlil. Hal ini sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah l:
“Dan supaya mereka berdzikir menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan.” (Al-Hajj: 28)
Diterangkan oleh para ulama bahwa hari-hari yang ditentukan pada ayat
 tersebut adalah sepuluh hari awal bulan Dzulhijjah. Maka hadits dan 
ayat tadi menunjukkan keutamaan hari-hari tersebut dan betapa besarnya 
rahmat Allah l kepada hamba-hamba-Nya. Karena Allah l masih memberikan 
kesempatan bagi orang yang belum mampu menjalankan ibadah haji untuk 
mendapatkan keutamaan yang besar pula, yaitu beramal shalih pada sepuluh
 hari pertama di bulan Dzulhijjah. Sehingga sudah semestinya kaum 
muslimin memanfaatkan sepuluh hari pertama ini dengan berbagai amalan 
ibadah, seperti berdoa, dzikir, sedekah, dan sebagainya. Termasuk amal 
ibadah yang disyariatkan untuk dikerjakan pada hari-hari tersebut 
–kecuali hari yang kesepuluh– adalah puasa. Apalagi ketika menjumpai 
hari Arafah, yaitu hari kesembilan di bulan Dzulhijjah, sangat 
ditekankan bagi kaum muslimin untuk berpuasa yang dikenal dengan istilah
 puasa Arafah, kecuali bagi jamaah haji yang sedang wukuf di Arafah. Hal
 ini sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi n ketika ditanya tentang 
puasa hari Arafah, beliau n menjawab:
يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْـمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ
“(Puasa Arafah) menghapus dosa-dosa setahun yang lalu dan yang akan datang.” (HR. Muslim)
Adapun bagi para jamaah haji, mereka tidak diperbolehkan untuk 
berpuasa, karena pada hari itu mereka harus melakukan wukuf. Karena 
mereka memerlukan cukup kekuatan untuk memperbanyak dzikir dan doa pada 
saat wukuf di Arafah. Sehingga pada hari tersebut kita semua berharap 
untuk mendapatkan keutamaan yang sangat besar serta ampunan dari Allah 
l. Karena Nabi n menyebutkan bahwa hari itu adalah hari pengampunan 
dosa-dosa dan hari dibebaskannya hamba-hamba yang Allah l kehendaki dari
 api neraka. Sebagaimana dalam sabda beliau n:
مَا مِنْ يَوْمٍ أَكْثَرَ مِنْ أَنْ يُعْتِقَ اللهُ فِيْهِ عَبْدًا مِنَ النَّارِ مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ
“Tidak ada hari yang Allah membebaskan hamba-hamba dari api neraka, lebih banyak daripada di hari Arafah.” (HR. Muslim)
Hadirin rahimakumullah,
Pada bulan Dzulhijjah juga ada hari yang sangat istimewa yang dikenal
 dengan istilah hari nahr. Yaitu hari kesepuluh di bulan tersebut, di 
saat kaum muslimin merayakan Idul Adha dan menjalankan shalat Id serta 
memulai ibadah penyembelihan qurbannya, sementara para jamaah haji 
menyempurnakan amalan hajinya. Begitu pula hari-hari yang datang 
setelahnya, yang dikenal dengan istilah hari tasyriq, yaitu hari yang 
kesebelas, keduabelas, dan ketigabelas. Allah l mengkhususkan hari-hari 
tersebut sebagai hari-hari untuk makan, minum, dan berdzikir. Dan 
hari-hari itulah yang menurut keterangan para ulama adalah hari yang 
disebutkan dalam firman Allah l:
“Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang.” (Al-Baqarah: 203)
Dan Nabi n juga menyebutkan tentang hari-hari tersebut:
أَيَّامُ مِنَى أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ وَذِكْرٍ لِلهِ عَزَّ وَجَلَّ
“Hari-hari Mina (hari nahr dan tasyriq) adalah hari-hari makan dan minum serta berdzikir kepada Allah l.” (HR. Muslim)
Saudara-saudaraku kaum muslimin rahimakumullah,
Berkaitan dengan dzikir yang Allah l perintahkan kaum muslimin untuk 
banyak mengucapkannya pada hari-hari tasyriq dan hari-hari sebelumnya di
 awal bulan Dzulhijah, para ulama dalam Al-Lajnah Ad-Da`imah menyebutkan
 fatwa sebagai berikut:
“Disyariatkan pada Idul Adha takbir mutlak dan takbir muqayyad. 
Adapun takbir mutlak maka (disyariatkan untuk dilakukan) pada seluruh 
waktu dari mulai awal masuknya bulan Dzulhijah sampai hari yang terakhir
 dari hari-hari tasyriq. Sedangkan takbir muqayyad (disyariatkan untuk 
dilakukan) pada setiap selesai shalat wajib mulai dari setelah selesai 
shalat subuh pada hari Arafah sampai setelah shalat ‘Ashr pada akhir 
hari tasyriq. Dan pensyariatkan hal tersebut ditunjukkan oleh ijma’ dan 
perbuatan para sahabat g.”
Sebagaimana ibadah lainnya, dzikir juga merupakan suatu amalan yang 
tata caranya tidak boleh menyimpang dari petunjuk Nabi n. Sehingga para 
ulama juga memberikan peringatan dari dilakukannya takbir secara jama’i,
 karena hal itu tidak pernah dilakukan oleh Nabi n dan Al-Khulafa` 
Ar-Rasyidin. Yang dimaksud di sini adalah takbir yang diucapkan secara 
bersama-sama dengan satu suara dan dipimpin oleh seseorang. Hal ini 
sebagaimana tersebut dalam fatwa para ulama dalam Al-Lajnah Ad-Da`imah 
yang isinya: “(Yang benar) adalah setiap orang melakukan takbir 
sendiri-sendiri dengan suara keras. Karena sesungguhnya takbir dengan 
cara bersama-bersama (dengan satu suara yang dipimpin oleh seseorang) 
tidak pernah dilakukan oleh Nabi n. Dan beliau n telah bersabda:
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa yang mengamalkan amalan yang tidak ada syariatnya dari kami maka amalan tersebut ditolak.” (HR. Al-Bukhari Muslim)
Hadirin rahimakumullah,
Akhirnya, marilah kita berusaha memanfaatkan hari-hari yang penuh 
dengan keutamaan untuk menambah dan meningkatkan amal shalih kita. 
Begitu pula kita manfaatkan waktu yang ada untuk memperbanyak dzikir 
kepada Allah l. Sehingga kita akan menjadi orang yang mendapatkan 
kelapangan hati, senantiasa takut kepada-Nya dan terjaga dari gangguan 
setan, serta faedah lainnya dari amalan berdzikir kepada Allah l.
أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ 
وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. 
أَقُوْلُ مَا تَسْمَعُوْنَ وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ
 الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ 
اْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah Kedua
الْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَـمِيْنَ، أَمَرَنَا بِاتِّبَاعِ 
صِرَاطِهِ الْـمُسْتَقِيْمِ وَنَهَانَا عَنِ اتِّبَاعِ سُبُلِ أَصْحَابِ 
الْـجَحِيْمِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ 
شَرِيْكَ لَهُ الْـمَلِكُ الْبَرُّ الرَّحِيْمُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ 
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ بَلَّغَ اْلبَلاَغَ الْـمُبِيْنَ 
وَقَالَ: عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ 
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الَّذِيْنَ تَلَقَّوْا 
عَنْهُ الدِّيْنَ وَبَلَّغُوْهُ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ 
بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا، 
أَمَّا بَعْدُ:
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Marilah kita senantiasa bertakwa kepada Allah l dengan selalu 
menjalankan berbagai ketaatan kepada-Nya. Di antara bentuk ketaatan yang
 sangat besar keutamaannya dan sangat penting untuk mendekatkan diri 
kepada Allah l adalah menyembelih binatang qurban. Amalan ini merupakan 
sunnah Nabi Ibrahim q dan Nabi kita Muhammad n. Maka seorang muslim yang
 memiliki kemampuan semestinya menjalankan amal ibadah yang mulia ini, 
yaitu menyembelih hewan qurban, baik dia lakukan sendiri dan ini lebih 
afdhal, atau meminta orang lain yang mengetahui hukum dan cara 
penyembelihan yang syar’i untuk melakukan penyembelihannya. Namun tidak 
boleh baginya untuk membayar upah penyembelihannya dengan sebagian dari 
hewan qurbannya, baik itu kepalanya, kulitnya, atau yang semisalnya. 
Meskipun boleh baginya untuk memberinya sebagai sedekah sebagaimana 
diberikan kepada yang lainnya dari kalangan fakir miskin. Atau bisa pula
 dia memberikan sebagian dari hewan qurbannya sebagai hadiah, 
sebagaimana dia berikan pula kepada yang lainnya baik tetangga ataupun 
kerabatnya meskipun mereka orang yang kaya. Dan disunnahkan bagi orang 
yang berqurban untuk memakan hewan sembelihannya, namun tidak boleh 
baginya untuk menjual bagian apapun dari hewan sembelihannya. Begitu 
pula tidak boleh bagi orang yang berqurban untuk memotong rambut dan 
kukunya dari mulai masuknya awal bulan Dzulhijah sampai dia melakukan 
ibadah penyembelihan hewan qurban. Yang demikian tadi disebutkan dalam 
hadits-hadits yang shahih.
Saudara-saudaraku kaum muslimin yang mudah-mudahan senantiasa dirahmati Allah l,
Disebutkan pula dalam hadits Nabi n, bahwa untuk melaksanakan ibadah 
qurban ini, tujuh orang atau kurang bisa bergabung secara bersama-sama 
dengan menyembelih seekor onta atau sapi. Begitu pula bisa dengan 
menyembelih seekor kambing, namun itu hanya mencukupi untuk satu orang. 
Namun dengan menyembelih satu ekor kambing sudah mencukupi untuk diri 
dan keluarganya, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal 
dunia. Dengan cara dia niatkan pahalanya untuk dirinya dan seluruh 
keluarganya baik yang hidup maupun yang telah meninggal dunia1. Maka 
semua akan mendapat keutamaan dan pahala yang sangat besar. Wallahu 
a’lam bish-shawab.
Hadirin rahimakumullah,
Ibadah menyembelih qurban ini harus dilakukan sesuai dengan ketentuan
 yang telah disyariatkan. Baik yang berkaitan dengan waktu penyembelihan
 maupun yang berkaitan dengan kriteria dan syarat-syarat hewan yang bisa
 dijadikan sebagai hewan qurban. Adapun yang berkaitan dengan waktu 
penyembelihan, waktunya adalah dimulai dari setelah selesai shalat Idul 
Adha dan berakhir waktunya menurut pendapat yang benar hingga 
tenggelamnya matahari pada hari ketiga belas di bulan Dzulhijjah. Nabi n
 bersabda:
مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ فَلْيَذْبَحْ مَكَانَهَا أُخْرَى
“Barangsiapa yang menyembelih sebelum shalat, maka sembelihlah (lagi)
 kambing untuk menggantikan kambing (yang disembelih sebelum saatnya) 
tersebut.” (Muttafaqun ‘alaih)
Hadirin yang mudah-mudahan senantiasa dirahmati Allah l,
Adapun berkaitan dengan syarat hewan yang akan dijadikan sebagai 
hewan qurban, hewan tersebut harus sudah mencapai umur yang telah 
ditentukan. Juga sebagaimana disebutkan dalam sabda Nabi n, hewan itu 
bukanlah hewan yang buta satu matanya dan sangat jelas butanya, serta 
bukan pula hewan yang terkena sakit dan sangat jelas sakitnya. Bukan 
pula hewan yang pincang sehingga tidak bisa berjalan mengikuti lainnya, 
serta bukan hewan yang sudah sangat tua sehingga tidak pantas untuk 
dikonsumsi dagingnya. Oleh karena itu, wajib bagi kaum muslimin untuk 
belajar dan bertanya kepada ahlinya tentang hal-hal yang berkaitan 
dengan ibadah qurban ini.
Hadirin rahimakumullah,
Semestinya seseorang yang berqurban berusaha untuk mencari 
sebaik-baik hewan yang akan dijadikan sebagai hewan qurban. Hewan yang 
tinggi nilai/harganya, seperti yang banyak dagingnya, bagus warnanya, 
dan kuat/sehat tubuhnya, atau yang semisalnya. Karena, yang demikian 
termasuk bentuk pengagungan terhadap syi’ar-syi’ar Allah l yang 
menunjukkan besarnya ketakwaan dirinya. Hal ini sebagaimana tersebut 
dalam firman Allah l:
“Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu menunjukkan ketakwaan hati.” (Al-Hajj: 32)
Akhirnya, mudah-mudahan Allah l senantiasa memberikan kepada kita 
petunjuk-Nya sehingga kita bisa menjalankan ibadah sebagaimana yang 
disyariatkan-Nya. Dan mudah-mudahan Allah l tidak menjadikan kita 
menjadi orang yang sia-sia amalannya, karena beribadah dengan tidak ikhlas atau tidak sesuai dengan petunjuk Rasulullah n dan Al-Khulafa` Ar-Rasyidin. Sebagaimana tersebut dalam firman-Nya:
“Katakanlah: ‘Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang 
orang-orang yang paling merugi perbuatannya? Yaitu orang-orang yang 
telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka 
menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya’.” (Al-Kahfi: 103-104)
اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمَّدٍ 
وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ 
الْـخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِي 
وَعَنْ جَمِيْعِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ لَـهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ 
يَوْمَ الدِّيْنِ.
اللَّهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَالْـمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ 
الشِّرْكَ وَالْـمُشْرِكِيْنَ. وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّينِ، وَانْصُرْ 
عِبَادَكَ الْـمُوَحِّدِيْنَ. اللَّهُمَّ أَصْلِحْ أَحْوَالَ 
الْـمُسْلِمِيْنَ في كُلِّ مَكَانٍ. اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ 
وَالْـمُسْلِمَاتِ وَالْـمُؤْمِنِيْنَ وَالْـمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ 
مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّهُ سَمِيْعٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ، 
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً 
وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَ اللهِ … اذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ الْـجَلِيْلَ يَذْكُرْكُمْ
 وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ، 
وَاللهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ.
1 Tentang qurban bagi yang telah meninggal dunia, bisa dilihat penjelasannya dalam Kajian Utama, red.
