Jawaban:
Aqiqah bagi anak yaitu sembelihan yang disembelih dalam rangka
mendekatkan diri kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan sebagai rasa syukur
kepada-Nya atas nikmat lahirnya seorang anak yang diadakan pada hari
ketujuh dari kelahirannya.
Para ulama berbeda pendapat dalam masalah aqiqah ini, hukumnya sunnah
ataukah wajib. Mayoritas ahlul ilmi berpendapat bahwa hukumnya sunnah
mu’akkad. Hingga Imam Ahmad mengatakan, “Hendaknya dia berhutang dan
mengaqiqahinya.” Maksudnya: bahwa orang yang tidak memiliki harta
hendaknya berhutang dan mengaqiqahi anaknya, dan Allah-lah yang akan
menggantinya, sebab dia berusaha menghidupkan sunnah. Yang dimaksud
dengan ucapan beliau rahimahullâh, “hendaknya dia berhutang” adalah bagi
orang yang bisa diharapkan untuk melunasi hutangnya pada waktu
mendatang. Adapun orang yang tidak bisa diharapkan untuk melunasinya,
maka tidak sepantasnya berhutang untuk mengaqiqahi anaknya. Pendapat
dari Imam Ahmad rahimahullâh ini sebagai dalil bahwa aqiqah tersebut
hukumnya sunnah mu’akkad, dan memang seperti itu.
Maka seyogyanya mengaqiqahi anak laki-laki dengan dua kambing dan
anak perempuan dengan satu kambing. Hal itu dilakukan pada hari ketujuh,
dimakan, dihadiahkan dan disedekahkan dagingnya. Tidak mengapa dia
menyedekahkan dan mengumpulkan karib kerabat serta tetangganya untuk
makan daging aqiqah tersebut dengan disertai jamuan yang lain.
(Fatawa Ibnu ‘Utsaimin)
(Dinukil dari Risalah ilal ‘Arusain wa Fatawa Az-Zawaj wal
Mu’asyaratin Nisaa’ (Bingkisan ‘tuk Kedua Mempelai) karya Abu
‘Abdirrahman Sayyid bin ‘Abdirrahman Ash-Shubaihi, taqdim:
Fadhilatusy-Syaikh Muhammad Jamil Zainu, hal. 595, penerjemah: Abu
Hudzaifah, penerbit: Maktabah Al-Ghuroba’ Sukoharjo, cet. ke-1 Oktober
2007M, untuk http://akhwat.web.id)
Sumber: http://www.darussalaf.or.id/fatwa-ulama/hukum-aqiqah-anak/
Pertanyaan:
Apakah hewan aqiqah boleh disembelih di luar daerah/kota tempat si anak dilahirkan, karena di tempat kelahirannya tidak didapatkan orang-orang fakir yang membutuhkan daging, sementara di tempat lain ada orang-orang yang berhak mendapatkan sedekah? Ataukah tidak disyaratkan daging sembelihan aqiqah harus disedekahkan kepada fuqara?
Apakah hewan aqiqah boleh disembelih di luar daerah/kota tempat si anak dilahirkan, karena di tempat kelahirannya tidak didapatkan orang-orang fakir yang membutuhkan daging, sementara di tempat lain ada orang-orang yang berhak mendapatkan sedekah? Ataukah tidak disyaratkan daging sembelihan aqiqah harus disedekahkan kepada fuqara?
Fadhilatusy Syaikh Shalih bin Shalih Al-Fauzan hafizhahullah menjawab:
“Tempat penyembelihan aqiqah tidaklah harus di tempat khusus, boleh disembelih di daerah/negeri kelahiran si anak, boleh pula di luar tanah kelahirannya. karena penyembelihan aqiqah ini merupakan amalan qurbah (pendekatan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala) dan ketaatan yang tidak dikhususkan tempatnya.
Tentang hewan aqiqah yang telah disembelih, maka hukumnya sama dengan hukum sembelihan kurban (Idul Adha) yaitu disenangi bagi yang mengaqiqahi untuk ikut memakannya, menyedekahkan beberapa bagian dari sembelihan tersebut dan juga dihadiahkan kepada tetangga dan teman-temannya.” (Majmu‘ Fatawa Syaikh Shalih Al-Fauzan, 2/572)
“Tempat penyembelihan aqiqah tidaklah harus di tempat khusus, boleh disembelih di daerah/negeri kelahiran si anak, boleh pula di luar tanah kelahirannya. karena penyembelihan aqiqah ini merupakan amalan qurbah (pendekatan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala) dan ketaatan yang tidak dikhususkan tempatnya.
Tentang hewan aqiqah yang telah disembelih, maka hukumnya sama dengan hukum sembelihan kurban (Idul Adha) yaitu disenangi bagi yang mengaqiqahi untuk ikut memakannya, menyedekahkan beberapa bagian dari sembelihan tersebut dan juga dihadiahkan kepada tetangga dan teman-temannya.” (Majmu‘ Fatawa Syaikh Shalih Al-Fauzan, 2/572)
Sumber: http://www.darussalaf.or.id/fatwa-ulama/aqiqah-di-luar-daerah/
Soal:
Bayi yang meninggal sebelum hari ke tujuh apakah wajib aqiqah atau tidak?
Jawab: Kalau bayi meninggal sebelum hari ke tujuh maka dia diaqiqahkan pada hari ke tujuh. Kematiannya sebelum hari ke tujuh bukanlah suatu halangan untuk melaksanakan aqiqah pada hari ke tujuh. Karena dalil-dalil syar'i yang ada pada permasalahan aqiqah adalah penunjukan terhadap waktu pelaksanaannya. Kami tidak mengetahui sedikitpun ada dalil yang menunjukkan gugurnya aqiqah jika bayi meninggal sebelum hari ke tujuh. Dalil-dalil tersebut dengan keumumannya menunjukkan bahwa aqiqah disyari'atkan dengan sebab kelahiran. Dan dilaksanakan pada hari ke tujuh. Dan keumuman ini mencakup gambaran dari permasalahan yang ditanyakan. Kami tidak tahu ada yang mengeluarkannya dari keumuman sebagaimana yang telah lewat. Dan penentuan hari ke tujuh untuk pelaksanaannya tidaklah dipahami darinya bahwa syariat aqiqah tersebut dimulai pada hari ke tujuh. Karena kelahiran adalah sebab perintah aqiqah, dan hari ke tujuh adalah waktu yang paling utama untuk melaksanakan perkara yang syar'i ini. Karena itu kalaupun dia melaksanakannya sebelum hari ke tujuh maka sudah mencukupi sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnul Qoyyim dan yang sepakat dengannya dari kalangan ahli ilmu.
Wa billah at taufiq wa shollallahu 'ala nabiyina Muhammad wa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al Ilmiah wal Ifta'
Wakil Ketua: Asy Syaikh Abdurrozzaq Afifi
Anggota: Asy Syaikh Abdullah bin Ghudoyyan dan Asy Syaikh Abdullah bin Mani'
Alih Bahasa: A ub Abu Ayub
Sumber :Fatawa Al Lajnah (11/445-446)
Sumber: http://www.ahlussunnah-jakarta.com/artikel_detil.php?no=184