KEMARAU PANJANG TIADA HUJAN, SHOLAT ISTISQA SALAH SATU SOLUSINYA.

Kemarau panjang
Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhumaa, dia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mendatangi kami lalu bersabda:

يا مَعْشَرَ الْمُهَاجِرِينَ خَمْسٌ إذا ابْتُلِيتُمْ بِهِنَّ وَأَعُوذُ بِاللَّهِ أَنْ تُدْرِكُوهُنَّ لم تَظْهَرْ الْفَاحِشَةُ في قَوْمٍ قَطُّ حتى يُعْلِنُوا بها إلا فَشَا فِيهِمْ الطَّاعُونُ وَالْأَوْجَاعُ التي لم تَكُنْ مَضَتْ في أَسْلَافِهِمْ الَّذِينَ مَضَوْا ولم يَنْقُصُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ إلا أُخِذُوا بِالسِّنِينَ وَشِدَّةِ الْمَئُونَةِ وَجَوْرِ السُّلْطَانِ عليهم ولم يَمْنَعُوا زَكَاةَ أَمْوَالِهِمْ إلا مُنِعُوا الْقَطْرَ من السَّمَاءِ وَلَوْلَا الْبَهَائِمُ لم يُمْطَرُوا ولم يَنْقُضُوا عَهْدَ اللَّهِ وَعَهْدَ رَسُولِهِ إلا سَلَّطَ الله عليهم عَدُوًّا من غَيْرِهِمْ فَأَخَذُوا بَعْضَ ما في أَيْدِيهِمْ وما لم تَحْكُمْ أَئِمَّتُهُمْ بِكِتَابِ اللَّهِ وَيَتَخَيَّرُوا مِمَّا أَنْزَلَ الله إلا جَعَلَ الله بَأْسَهُمْ بَيْنَهُمْ

“Wahai sekalian kaum muhajirin, ada lima hal yang apabila kalian diuji dengannya, aku berlindung kepada Allah Ta'ala jangan sampai kalian: (1) Tidaklah satu perbuatan keji (zina) yang muncul hingga mereka melakukannya secara terang-terangan melainkan akan menyebar penyakit tha’un1 dan berbagai penyakit yang belum pernah muncul di masa sebelum mereka. (2) Tidaklah mereka mengurangi takaran dan timbangan melainkan mereka akan ditimpa paceklik, kesulitan hidup, dan kezaliman penguasa terhadap mereka. (3) Tidaklah mereka menahan zakat harta mereka melainkan akan ditahan pula dari mereka turunnya hujan dari langit. Kalaulah bukan karena hewan ternak, niscaya hujan tidak akan turun kepada mereka. (4) Tidaklah mereka membatalkan perjanjian Allah Ta'ala dan Rasul-Nya melainkan Allah lta'alaakan memberi kekuasaan kepada musuh atas mereka lalu merampas sebagian apa yang mereka miliki. (5) Tidaklah para pemimpin mereka tidak berhukum dengan kitab Allah l dan memilah-milah hukum yang diturunkan Allah l melainkan Allah l akan menjadikan perselisihan di antara mereka sendiri.” (HR. Ibnu Majah no. 4019. Dishahihkan Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, 1/106)


Hujan Dalam Syariat Islam
Dari Zaid bin Khalid Al-Juhaini radhiallahu anhu dia berkata:
صَلَّى لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاةَ الصُّبْحِ بِالْحُدَيْبِيَةِ عَلَى إِثْرِ سَمَاءٍ كَانَتْ مِنْ اللَّيْلَةِ فَلَمَّا انْصَرَفَ أَقْبَلَ عَلَى النَّاسِ فَقَالَ هَلْ تَدْرُونَ مَاذَا قَالَ رَبُّكُمْ قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ أَصْبَحَ مِنْ عِبَادِي مُؤْمِنٌ بِي وَكَافِرٌ فَأَمَّا مَنْ قَالَ مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللَّهِ وَرَحْمَتِهِ فَذَلِكَ مُؤْمِنٌ بِي وَكَافِرٌ بِالْكَوْكَبِ وَأَمَّا مَنْ قَالَ بِنَوْءِ كَذَا وَكَذَا فَذَلِكَ كَافِرٌ بِي وَمُؤْمِنٌ بِالْكَوْكَبِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memimpin kami shalat subuh di Hudaibiah di atas bekas-bekas hujan yang turun pada malam harinya. Setelah selesai shalat, beliau menghadapkan wajahnya kepada orang banyak lalu bersabda, “Tahukah kalian apa yang sudah difirmankan oleh Rabb kalian?” mereka menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Beliau bersabda: “(Allah berfirman), “Subuh hari ini ada hamba-hambaKu yang beriman kepada-Ku dan ada yang kafir. Siapa yang berkata, “Hujan turun kepada kita karena karunia Allah dan rahmat-Nya,” maka dia adalah yang beriman kepada-Ku dan kafir kepada bintang-bintang. Adapun yang berkata, “(Hujan turun disebabkan) bintang ini atau itu,” maka dia telah kafir kepada-Ku dan beriman kepada bintang-bintang.” (HR. Al-Bukhari no. 1038)
Dari Aisyah radhiallahu anha dia berkata:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا رَأَى الْمَطَرَ قَالَ اللَّهُمَّ صَيِّبًا نَافِعًا
“Jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melihat hujan, maka beliau berdoa, “ALLAHUMMA SHAYYIBAN NAAFI’AN (Ya Allah, turunkanlah kepada kami hujan yang deras lagi bermanfaat).” (HR. Al-Bukhari no. 1032)
Dari Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مِفْتَاحُ الْغَيْبِ خَمْسٌ لَا يَعْلَمُهَا إِلَّا اللَّهُ لَا يَعْلَمُ أَحَدٌ مَا يَكُونُ فِي غَدٍ وَلَا يَعْلَمُ أَحَدٌ مَا يَكُونُ فِي الْأَرْحَامِ وَلَا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ وَمَا يَدْرِي أَحَدٌ مَتَى يَجِيءُ الْمَطَرُ
“Ada lima kunci ghaib yang tidak diketahui seorangpun kecuali Allah: Tidak ada seorangpun yang mengetahui apa yang akan terjadi esok hari, tidak ada seorangpun yang mengetahui apa yang terdapat dalam rahim, tidak ada satu jiwapun yang tahu apa yang akan diperbuatnya esok, tidak ada satu jiwapun yang tahu di bumi mana dia akan mati, dan tidak ada seorangpun yang mengetahui kapan turunnya hujan.” (HR. Al-Bukhari no. 1039)
Penjelasan ringkas:
Hujan adalah nikmat dan anugerah dari Allah yang dengannya Dia memberikan keutamaan kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hambaNya. Allah Ta’ala berfirman:
وأنزل من السماء ماءً فأخرج به من الثمرات رزقاً لكم
“Dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menumbuhkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untuk kalian.” (QS. Al-Baqarah: 22)
Dan juga pada firman-Nya:
وهو الذي ينزل الغيث من بعد ما قنطوا وينشر رحمته
“Dan Dialah Yang menurunkan hujan sesudah mereka berputus asa dan Dia menyebarkan rahmat-Nya.” (QS. Asy-Syuraa: 28)
Di antara manfaat turunnya hujan adalah:
1.    Sebab adanya rezki.
Sebagaimana yang Allah Ta’ala sebutkan dalam surah Al-Baqarah di atas.
2.    Hidupnya bumi.
Allah Ta’ala berfirman:
وما أنزل الله من السماء من ماء فأحيا به الأرض بعد موتها
“Dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya.” (QS. Al-Baqarah: 164)
3.    Sebagai penyuci dalam thaharah.
Allah Ta’ala berfirman:
وينزل عليكم من السماء ماء ليطهركم به
“Dan Dia menurunkan kepada kalian hujan dari langit untuk mensucikan kalian dengan hujan itu.” (QS. Al-Anfal: 11)
4.    Untuk dikonsumsi oleh makhluk hidup di bumi.
Allah Ta’ala berfirman:
هو الذي أنزل من السماء ماءً لكم منه شرابٌ ومنه شجرٌ فيه تُسيمون
“Dialah Yang telah menurunkan air hujan dari langit untuk kalian, sebagiannya menjadi minuman dan sebagiannya (menyuburkan) tumbuh-tumbuhan, yang pada (tempat tumbuhnya) kalian mengembalakan ternak kalian.” (QS. An-Nahl: 10)
Karenanya, menyandarkan sebab turunnya hujan kepada selain Allah – baik itu kepada bintang tertentu atau kepada masuknya bulan tertentu atau kepada selain-Nya – merupakan perbuatan mengkafiri nikmat dan merupakan perbuatan kesyirikan kepada Allah Ta’ala. Karenanya, sudah sepantasnya manusia menyandarkan turunnya hujan itu hanya kepada Allah, karena tidak ada seorangpun yang mengetahui kapan turunnya hujan kecuali Allah semata. Adapun bintang-bintang atau masuknya bulan tertentu maka itu hanyalah sekedar waktu dimana Allah Ta’ala menurunkan nikmat-nikmatNya kepada para hamba pada waktu tersebut, mereka bukanlah sebagai sebab apalagi jika dikatakan mereka yang menurunkan hujan.
Imam Asy-Syafi’i berkata dalam Al-Umm mengomentari hadits Zaid bin Khalid di atas, “Barangsiapa yang mengatakan ‘hujan diturunkan kepada kita karena bintang ini dan itu’ -sebagaimana kebiasaan pelaku syirik- dimana mereka memaksudkan menyandarkan sebab turunnya hujan kepada bintang tertentu, maka itu adalah kekafiran sebagaimana yang Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sabdakan. Karena munculnya bintang (atau bulan, pent.) adalah waktu, sementara waktu adalah makhluk yang tidak memiliki apa-apa untuk dirinya dan selainnya. Dan siapa yang mengatakan ‘hujan diturunkan kepada kita karena bintang ini’ dalam artian ‘hujan diturunkan kepada kita ketika munculnya bintang ini’, maka ucapan ini bukanlah kekafiran, akan tetapi ucapan selainnya lebih saya senangi.”
Tatkala turunnya hujan terkadang bisa membawa manfaat dan terkadang bisa mendatangkan mudharat, maka Nabi shallallahu alaihi wasallam mengajari umatnya agar meminta kepada Allah hujan yang mendatangkan manfaat setiap kali hujan turun. Di antara keterangan yang menunjukkan bahwa hujan terkadang membawa bencana dan siksaan adalah firman Allah Ta’ala:
فكلاً أخذنا بذنبه فمنهم من أرسلنا عليه حاصباً ومنهم من أخذته الصيحة ومنهم من خسفنا به الأرض ومنهم من أغرقنا
“Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, dan di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan.” (QS. Al-Ankabut: 40)
Juga pada firman-Nya:
فأعرضوا فأرسلنا عليهم سيل العرم
“Tetapi mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar.” (QS. Saba`: 16)
Waktu turunnya hujan termasuk perkara ghaib yang hanya diketahui oleh Allah semata. Karenanya, barangsiapa yang mengklaim mengetahui waktu turunnya hujan atau mengklaim bisa menurunkan hujan atau mengklaim bisa menahan turunnya hujan (pawang hujan) maka dia telah terjatuh ke dalam kekafiran dan kesyirikan berdasarkan dalil-dalil yang sangat banyak yang menjelaskan kafirnya makhluk yang mengklaim mengetahui perkara ghaib.
Sebab-sebab umum turunnya hujan:
1.    Ketakwaan kepada Allah.
Allah Ta’ala berfirman:
ولو أن أهل القرى آمنوا واتقوا لفتحنا عليهم بركات من السماء والأرض
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.” (QS. Al-A’raf: 96)
2.    Istighfar dan taubat dari dosa-dosa.
Allah Ta’ala berfirman tentang Nabi Nuh bahwa beliau berkata:
فقلت استغفروا ربكم إنه كان غفاراً. يرسل السماء عليكم مدراراً
“Maka aku katakan kepada mereka, “Mohonlah ampun kepada Rabb kalian, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun. Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepada kalian dengan lebat.” (QS. Nuh: 10-11)
3.    Istiqamah di atas syariat Allah.
Allah Ta’ala mengabarkan:
وألّوِ استقاموا على الطريقة لأسقيناهم ماءًً غدقاً
“Dan bahwasanya: Jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar.” (QS. Al-Jin: 16)
4.    Istisqa`, baik sekedar berdoa maupun diiringi dengan shalat sebagaimana yang telah kami jelaskan pada artikel shalat istisqa`. 

Sumber: http://al-atsariyyah.com/hujan-dalam-syariat-islam.html 


Doa Meminta Hujan

  1. اَللَّهُمَّ أَسْقِنَا غَيْثًا مُغِيْثًا مَرِيْئًا مَرِيْعًا، نَافِعًا غَيْرَ ضَارٍّ، عَاجِلاً غَيْرَ آجِلٍ
    “Ya Allah! Berilah kami hujan yang merata, menyegarkan tubuh dan menyuburkan tanaman, bermanfaat, tidak membahayakan. Kami mohon hujan secepatnya, tidak ditunda-tunda.” 1)
    اَللَّهُمَّ أَغِثْنَا، اَللَّهُمَّ أَغِثْنَا، اَللَّهُمَّ أَغِثْنَا
    “Ya Allah! Berilah kami hujan. Ya Allah, turunkan hujan pada kami. Ya Allah! Hujanilah kami,” 2)
    اَللَّهُمَّ اسْقِ عِبَادَكَ وَبَهَائِمَكَ، وَانْشُرْ رَحْمَتَكَ، وَأَحْيِي بَلَدَكَ الْمَيِّتَ
    “Ya Allah! Berilah hujan kepada hamba-hambaMu, ternak-ternakMu, berilah rahmatMu dengan merata, dan suburkan tanahMu yang tandus.” 3)
    1) HR. Abu Dawud 1/303, dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Abi Dawud 1/216.
    2) HR. Al-Bukhari 1/224 dan Muslim 2/613
    3) HR. Abu Dawud 1/305 dan dinyatakan hasan oleh Al-Albani dalam Shahih Abi Dawud 1/218.

    Sumber:
    http://shirotholmustaqim.wordpress.com/2011/02/02/doa-meminta-hujan/ 
  2.  
Penyakit-penyakit di Musim Hujan Irna Gustia
  1. Jakarta, Musim hujan yang telah tiba banyak memunculkan ancaman penyakit. Simak penyakit-penyakit yang harus diwaspadai di musim hujan ini dan kiat menjaga tubuh.

    Dr Kasim Rasjidi, SpPD-KKV, DTM&H, MCTM, MHA, SpJP, FIHA dalam penjelasannya kepada
    detiKHealth, Rabu (25/11/2009) mengatakan masyarakat perlu mewaspadai beberapa penyakit berikut:

    1.
    Penyakit yang disebabkan virus seperti flu, demam berdarah, diare dan muntah.
    2. Penyakit yang disebabkan bakteri dan parasit, terutama di daerah yang airnya meluap sehingga bakteri dan parasit dari septic tank atau kotoran hewan terangkat dan hanyut. Mengkontaminasi air dan bahan makanan seperti sayur, dan menginfeksi manusia, menyebabkan penyakit seperti diare, disentri, cacingan.
    3. Penyakit yang disebabkan jamur, karena kelembaban pada pakaian yang tidak bisa dikeringkan dengan baik, menyebabkan jamur kulit seperti di selangkangan, sela jari kaki, lipat payudara.

    Sedangkan
    penyakit yang tidak berhubungan dengan lingkungan tapi terkait dengan perubahan cuaca adalah:
    1. Asma, kalau peka terhadap cuaca mungkin jadi sering kambuh, bisa disertai infeksi bakteri yang penyembuhannya jadi lebih lama.
    2. Hidung sering tersumbat karena keseimbangan persyarafan didaerah hidung terganggu

    Sementara kebiasaan buruk yang muncul saat musim hujan datang adalah:

    1. Mudah lapar, sehingga makan lebih banyak, kemungkinan berat badan meningkat, gangguan metabolisme seperti glukosa darah jadi terganggu, kolesterol meningkat, kekebalan tubuh menurun.
    2. Kurang minum karena khawatir sering ke toilet yang memudahkan infeksi saluran kemih pada wanita.
    3. Sering merokok dengan alasan menghilangkan dingin padahal sudah jelas merokok mengancam kesehatan paru.

    Agar tetap sehat di musim hujan, Dr Kasim memberikan saran:


    1. Usahakan melakukan pemanasan badan dengan olahraga ringan pada pagi hari. Sedikit stretching, jalan cepat, loncat-loncat sudah akan membuat sedikit berkeringat dan menghangatkan badan.


    Sesampai tempat kerja, gunakan tangga sesering mungkin (kalau kerja di lantai 23, cukup naik lift sampai lantai 21, lalu naik tangga sampai lantai 23).


    2. Sediakan sepatu, kaos kaki (pria), stocking (wanita) ekstra di kantor sehingga kaki tidak perlu basah. Lebih praktis lagi kalau sepatu kantor hanya dipakai di kantor. Waktu pergi dari rumah gunakan sepatu lain atau bahkan sendal yang mudah dikeringkan sehingga sampai di kantor, sesudah dikeringkan supaya tidak bau, tinggal disimpan dalam kantung kedap air dan tertutup jadi tetap rapi kalau disimpan di bawah meja kerja.


    Kenakan kaos kaki atau stocking sesudah sampai di tempat kerja sesudah mengeringkan kaki dengan handuk kecil/tissue/handuk kertas. Kalau dalam bekerja diperlukan banyak bepergian, siapkan sepatu (pilih yang ringan dan anti slip) dalam tas, kenakan sesudah di tempat tujuan.


    Semua itu bertujuan untuk mencegah kita jalan berjinjit (dengan harapan tidak begitu basah, padahal tidak ada gunanya karena air tetap merembes dari ujung sepatu dan melembabi jari kaki, daerah yang mudah untuk ditumbuhi jamur baik kulit atau kuku). Jamur kulit kaki bisa menyebabkan bau yang keras, sementara jamur kuku perlu waktu lama untuk penyembuhan.


    3. Banyak minum air hangat, bisa diberi sedikit jahe tanpa gula atau pepermint, beberapa tetes juruk nipis/lemon. Ini akan membantu menghangatkan badan dan mengurangi lapar. Minum kopi atau teh akan memacu buang air kecil lebih banyak sehingga menyebabkan kekurangn cairan yang tidak disadari.


    4. Sediakan buah seperti pisang, apel/pear/mangga yang sudah dikupas, jeruk yang sudah ranum dalam kotak plastik ringan untuk disantap sewaktu-waktu lapar. Ini akan menghindarkan kelebihan masukan karbohidrat dari tepung seperti roti, nasi, biskuit, crackers, gula, kelebihan garam dan lemak.


    5. Jangan lupa payung, bahkan kalau perlu topi plastik yang biasa digunakan kalau mandi, daripada kepala pusing kebasahan atau sakit.(
    ir/ir)
    Sumber: 
    http://www.detikhealth.com/read/2009/11/25/082521/1248249/766/penyakit-penyakit-di-musim-hujan

    Shalat Istisqa`
    Dari Abdullah bin Zaid radhiallahu anhu dia berkata:
    خَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَسْقِي فَتَوَجَّهَ إِلَى الْقِبْلَةِ يَدْعُو وَحَوَّلَ رِدَاءَهُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ جَهَرَ فِيهِمَا بِالْقِرَاءَةِ
    “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah keluar untuk melaksanakan shalat istisqa’, beliau lalu berdoa dengan menghadap ke arah kiblat sambil membalikkan kain selendangnya. Kemudian beliau melaksanakan shalat dua rakaat dengan mengeraskan bacaannya pada kedua rakaat itu.” (HR. Al-Bukhari no. 1025 dan Muslim no. 894)
    Dari Aisyah radhiallahu anha dia berkata:
    شَكَا النَّاسُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُحُوطَ الْمَطَرِ فَأَمَرَ بِمِنْبَرٍ فَوُضِعَ لَهُ فِي الْمُصَلَّى وَوَعَدَ النَّاسَ يَوْمًا يَخْرُجُونَ فِيهِ قَالَتْ عَائِشَةُ فَخَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ بَدَا حَاجِبُ الشَّمْسِ فَقَعَدَ عَلَى الْمِنْبَرِ فَكَبَّرَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَحَمِدَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ ثُمَّ قَالَ: إِنَّكُمْ شَكَوْتُمْ جَدْبَ دِيَارِكُمْ وَاسْتِئْخَارَ الْمَطَرِ عَنْ إِبَّانِ زَمَانِهِ عَنْكُمْ وَقَدْ أَمَرَكُمْ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ أَنْ تَدْعُوهُ وَوَعَدَكُمْ أَنْ يَسْتَجِيبَ لَكُمْ ثُمَّ قَالَ:
    { الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ. الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ. مَلِكِ يَوْمِ الدِّينِ }
    لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ يَفْعَلُ مَا يُرِيدُ اللَّهُمَّ أَنْتَ اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ الْغَنِيُّ وَنَحْنُ الْفُقَرَاءُ أَنْزِلْ عَلَيْنَا الْغَيْثَ وَاجْعَلْ مَا أَنْزَلْتَ لَنَا قُوَّةً وَبَلَاغًا إِلَى حِينٍ. ثُمَّ رَفَعَ يَدَيْهِ فَلَمْ يَزَلْ فِي الرَّفْعِ حَتَّى بَدَا بَيَاضُ إِبِطَيْهِ ثُمَّ حَوَّلَ إِلَى النَّاسِ ظَهْرَهُ وَقَلَبَ أَوْ حَوَّلَ رِدَاءَهُ وَهُوَ رَافِعٌ يَدَيْهِ. ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَى النَّاسِ وَنَزَلَ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ فَأَنْشَأَ اللَّهُ سَحَابَةً فَرَعَدَتْ وَبَرَقَتْ ثُمَّ أَمْطَرَتْ بِإِذْنِ اللَّهِ فَلَمْ يَأْتِ مَسْجِدَهُ حَتَّى سَالَتْ السُّيُولُ فَلَمَّا رَأَى سُرْعَتَهُمْ إِلَى الْكِنِّ ضَحِكَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى بَدَتْ نَوَاجِذُهُ فَقَالَ أَشْهَدُ أَنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَنِّي عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ

    “Orang-orang mengadu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tentang musim kemarau yang panjang, maka beliau memerintahkan untuk meletakkan mimbar di tempat shalat (tanah lapang), lalu beliau berjanji kepada orang-orang untuk bertemu pada suatu hari yang telah ditentukan.” Aisyah berkata, “Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar ketika matahari mulai terlihat, lalu beliau duduk di mimbar, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bertakbir dan memuji Allah Azza wa Jalla, lalu bersabda, “Sesungguhnya kalian mengadu kepadaku tentang kegersangan negeri kalian dan keterlambatan turunnya hujan dari musimnya, padahal Allah Azza Wa Jalla telah memerintahkan kalian agar kalian memohon kepada-Nya dan Dia berjanji akan mengabulkan doa kalian.” Kemudian beliau mengucapkan: “Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam, Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Yang menguasai hari Pembalasan. (QS. Al-Fatihah: 2-4). LAA ILAHA ILLALLAHU YAF’ALU MAA YURIID. ALLAHUMMA ANTALLAHU LAA ILAHA ILLA ANTAL GHANIYYU WA NAHNUL FUQARA`. ANZIL ALAINAL GHAITSA WAJ’AL MAA ANZALTA LANAA QUWWATAN WA BALAGHAN ILAA HIIN (Tidak ada sembahan yang berhak disembah kecuali Dia, Dia melakukan apa saja yang dikehendaki. Ya Allah, Engkau adalah Allah, tidak ada sembahan yang berhak disembah kecuali Engkau Yang Maha kaya sementara kami yang membutuhkan. Maka turunkanlah hujan kepada kami dan jadikanlah apa yang telah Engkau turunkan sebagai kekuatan bagi kami dan sebagai bekal di hari yang di tetapkan).” Kemudian beliau mengangkat kedua tangannya, dan senantiasa mengangkat kedua tangannya hingga terlihat putihnya ketiak beliau. Kemudian beliau membalikkan punggungnya membelakangi orang-orang dan merubah posisi selendangnya, sedangkan beliau masih mengangkat kedua tangannya. Kemudian beliau menghadap ke orang-orang, lalu beliau turun dari mimbar dan shalat dua raka’at. Seketika itu Allah mendatangkan awan yang di sertai dengan gemuruh dan kilat. Maka turunlah hujan dengan izin Allah, beliau tidak kembali menuju masjid sampai air bah mengalir (di sekitarnya). Ketika beliau melihat orang-orang berdesak-desakan mencari tempat berteduh, beliau tertawa hingga terlihat gigi gerahamnya, lalu bersabda: “Aku bersaksi bahwa Allah adalah Maha kuasa atas segala sesuatu dan aku adalah hamba dan rasul-Nya.” (HR. Abu Daud no. 1173 dan dinyatakan hasan oleh Al-Albani dalam Al-Irwa` no. 668)
    Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dia berkata:
    خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا يَسْتَسْقِي فَصَلَّى بِنَا رَكْعَتَيْنِ بِلَا أَذَانٍ وَلَا إِقَامَةٍ ثُمَّ خَطَبَنَا وَدَعَا اللَّهَ وَحَوَّلَ وَجْهَهُ نَحْوَ الْقِبْلَةِ رَافِعًا يَدَيْهِ ثُمَّ قَلَبَ رِدَاءَهُ فَجَعَلَ الْأَيْمَنَ عَلَى الْأَيْسَرِ وَالْأَيْسَرَ عَلَى الْأَيْمَنِ
    “Pada suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar untuk melakukan istisqa`. Beliau shalat dua raka’at mengimami kami tanpa azan dan iqamah. Kemudian beliau berkhutbah di hadapan kami dan berdoa kepada Allah. Beliau mengarahkan wajahnya ke arah kiblat seraya mengangkat kedua tangannya. Setelah itu beliau membalik selendangnya, menjadikan bagian kanan pada bagian kiri dan bagian kiri pada bagian kanan.” (HR. Ibnu Majah no. 1268, Ahmad no. 8303, dan sanadnya dinyatakan hasan oleh Asy-Syaikh Ibnu Baaz dalam ta’liq beliau terhadap kitab Fathul Bari: 2/500)
    Ibnu Abbas berkata tentang keluarnya Nabi shallallahu alaihi wasallam untuk shalat istisqa`:
    إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ مُتَبَذِّلًا مُتَوَاضِعًا مُتَضَرِّعًا حَتَّى أَتَى الْمُصَلَّى. فَلَمْ يَخْطُبْ خُطْبَتَكُمْ هَذِهِ وَلَكِنْ لَمْ يَزَلْ فِي الدُّعَاءِ وَالتَّضَرُّعِ وَالتَّكْبِيرِ وَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَمَا كَانَ يُصَلِّي فِي الْعِيدِ
    “Sesungguhnya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam keluar rumah dengan penuh ketundukan, tawadhu’ dan kerendahan sehingga tiba di tempat shalat. Beliau tidak berkhutbah seperti khutbah kalian ini, akan tetepi beliau tidak henti hentinya berdoa, merendah, bertakbir dan melaksanakan shalat dua raka’at sebagaimana ketika beliau shalat Id.” (HR. Abu Daud no. 984, At-Tirmizi no. 588, An-Nasai no. 1491, dan dinyatakan hasan oleh Al-Albani dalam Al-Irwa` no. 669)
    Penjelasan ringkas:
    Ketika hujan tidak turun dan tanah menjadi tandus, maka Allah Ta’ala mensyariatkan kepada kaum muslimin untuk segera bertaubat kepada Allah, kembali kepada-Nya, memperbanyak istighfar, serta meminta hujan kepada-Nya. Dimana mereka mengerjakan semua amalan ini disertai dengan sikap ketundukan, tawadhu’, dan kerendahan hati (seperti yang tersebut dalam hadits Ibnu Abbas di atas) yang semua itu menunjukkan sangat butuhnya mereka kepada Allah.
    Imam Ibnul Qayyim rahimahullah dalam Zaad Al-Ma’ad (1/456-458) menyebutkan enam tuntunan Nabi shallallahu alaihi wasallam dalam meminta hujan kepada Allah, dan pada tuntunan yang kedua beliau menyebutkan adanya shalat untuk meminta hujan (istisqa`). Inilah yang kita bahas pada artikel kali ini, karena pada artikel sebelumnya telah kita singgung bahwa dalam meminta hujan tidak mesti harus didahului dengan shalat, akan tetapi bisa dengan langsung berdoa kepada Allah.
    Berikut beberapa masalah yang berkenaan dengan shalat istisqa`:
    a.    Hukumnya
    Tidak ada satupun dalil yang memerintahkan shalat istisqa`, karenanya hukumnya adalah sunnah karena shalat ini hanya dinukil dari perbuatan Nabi shallallahu alaihi wasallam.
    b.    Hadits Ibnu Abbas di atas termasuk hadits yang paling bermanfaat dalam masalah shalat istisqa, dimana Nabi shallallahu alahi wasallam menyamakan antara shalat istisqa` dengan shalat id.
    Karenanya:
    1.    Dalam masalah waktunya, sebaiknya shalat istisqa` dikerjakan ketika sinar matahari sudah nampak sebagaimana kaum muslimin shalat id pada waktu seperti itu. Ini juga di sebutkan dalam hadits Aisyah radhiallahu anha di atas.
    Hanya saja penyebutan waktu dalam hadits Aisyah di atas bukanlah pembatasan, karena shalat istisqa` tidaklah habis waktunya dengan tergelincirnya matahari, berbeda halnya dengan shalat id. Karenanya shalat istisqa` bisa dilakukan kapan saja, walaupun lebih utama mengerjakannya pada waktu yang tersebut dalam hadits Aisyah di atas.
    Kemudian, Imam Ibnu Qudamah rahimahullah berkata dalam Al-Mughni (2/432), “Shalat istisqa` tidak mempunyai waktu pelaksanaan yang tertentu, hanya saja dia tidak boleh dikerjakan pada waktu-waktu yang terlarang untuk shalat tanpa ada perbedaan pendapat di kalangan ulama. Hal itu karena waktu pelasanaannya terpampang luas sehingga tidak ada hajat yang mendesak untuk mengerjakannya pada waktu yang terlarang. Dan yang lebih utama adalah mengerjakannya pada waktu yang sama dengan waktu pelaksanaan shalat id.” Lalu beliau menyebutkan hadits Aisyah di atas. Maka di sini Ibnu Qudamah menukil adanya kesepakatan di kalangan ulama yang melarang untuk mengerjakan shalat istisqa` pada waktu yang terlarang untuk shalat.
    2.    Shalat istisqa` juga diiringi dengan khutbah sebagaimana shalat id. Hanya saja pada shalat istisqa`, khutbahnya bisa dilakukan sebelum shalat -berdasarkan hadits Aisyah di atas- dan bisa juga khutbah dilakukan setelah shalat -berdasarkan hadits Abu Hurairah di atas-.
    Perbedaan lain dalam khutbah istisqa` adalah khutbahnya hanya berisi penyebutan hajat manusia dalam meminta hujan serta memerintahkan mereka jamaah untuk berdoa, setelah itu imam sendiri menghadap ke kiblat (membelakangi manusia) lalu berdoa. Ini semua berdasarkan amalan Nabi shallallahu alaihi wasallam dalam hadits Aisyah di atas.
    Adapun khutbah seperti khutbah shalat id atau shalat jumat, maka tidak disyariatkan khutbah seperti itu pada shalat istisqa` berdasarkan hadits Ibnu Abbas di atas.
    Kemudian pada shalat istisqa`, khutbah ringkas tersebut disampaikan di atas mimbar -berdasarkan hadits Aisyah di atas-, berbeda halnya dengan khutbah id yang tidak disunnahkan untuk disampaikan di atas mimbar.
    Perbedaan lainnya adalah bahwa khutbah shalat istisqa` hanya sekali khutbah, berbeda halnya dengan shalat id yang terdiri dari dua kali khutbah seperti shalat jumat.
    3.    Disunnahkan untuk berdoa di atas mimbar sambil menghadap kiblat (membelakangi jamaah) dengan doa yang tersebut dalam hadits Aisyah di atas.
    4.    Disunnahkan untuk melakukan shalat istisqa` di lapangan -berdasarkan hadits Aisyah di atas-, sebagaimana shalat id juga disunnahkan di lapangan.
    5.    Shalat istisqa` terdiri dari dua rakaat dengan menjaharkan bacaan pada kedua rakaat tersebut. Pada rakaat pertama dengan 7 kali takbir selain takbiratul ihram, dan pada rakaat kedua dengan 5 kali takbir selain takbir intiqal (perpindahan). Ini berdasarkan hadits Ibnu Abbas di atas, dimana beliau menyebutkan bahwa shalat istisqa` Nabi sama seperti shalat id yang biasa beliau lakukan.
    6.    Dalam shalat istisqa` tidak ada azan dan iqamah -berdasarkan hadits Abu Hurairah di atas- sebagaimana halnya dalam shalat id. Tapi hendaknya imam menyebutkan tempat dan hari kepada manusia dimana mereka akan berkumpul untuk shalat pada tempat dan hari yang telah ditentukan. Hal ini sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam dalam hadits Aisyah di atas.
    Imam Ibnu Qudamah rahimahullah berkata dalam Al-Mughni (2/432), “Tidak disunnahkan azan dan iqamah padanya, dan kami tidak mengetahui adanya perbedaan pendapat dalam masalah ini.”
    c.    Disyariatkan untuk keluar kelapangan dengan memakai pakaian yang sederhana seraya menampakkan ketundukan, sikap tawadhu’, dan kerendahan diri, yang mana semua itu merupakan sebab terkabulnya doa dalam istisqa`.
    d.    Disunnahkan bagi imam saja untuk merubah posisi selendang yang dia kenakan, berdasarkan hadits Abdullah bin Zaid, Aisyah, dan Abu Hurairah radhiallahu anhum di atas. Dimana dalam riwayat lain dari hadits Abdullah bin Zaid disebutkan, “Beliau meletakkan ujung bagian kanan selendangnya berada di atas pundak kirinya, dan ujung bagian kiri selendangnya berada di atas pundak kanannya.”
    Ketiga hadits di atas dan selainnya menunjukkan bahwa yang melakukan perbuatan ini (merubah posisi rida`/selendang) hanyalah imam. Karenanya, para jamaah tidak disunnahkan melakukan amalan ini, wallahu a’lam.
    sUMBER: http://al-atsariyyah.com/shalat-istisqa.html


    Istisqa` di Hari Jumat

    Dari Syarik bin Abdillah bin Abi Namir bahwa dia mendengar Anas bin Malik menceritakan:
    أَنَّ رَجُلًا دَخَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ مِنْ بَابٍ كَانَ وِجَاهَ الْمِنْبَرِ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَائِمٌ يَخْطُبُ فَاسْتَقْبَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَائِمًا فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلَكَتْ الْمَوَاشِي وَانْقَطَعَتْ السُّبُلُ فَادْعُ اللَّهَ يُغِيثُنَا. قَالَ: فَرَفَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَيْهِ فَقَالَ: اللَّهُمَّ اسْقِنَا اللَّهُمَّ اسْقِنَا اللَّهُمَّ اسْقِنَا.
    قَالَ أَنَسُ وَلَا وَاللَّهِ مَا نَرَى فِي السَّمَاءِ مِنْ سَحَابٍ وَلَا قَزَعَةً وَلَا شَيْئًا وَمَا بَيْنَنَا وَبَيْنَ سَلْعٍ مِنْ بَيْتٍ وَلَا دَارٍ. قَالَ: فَطَلَعَتْ مِنْ وَرَائِهِ سَحَابَةٌ مِثْلُ التُّرْسِ فَلَمَّا تَوَسَّطَتْ السَّمَاءَ انْتَشَرَتْ ثُمَّ أَمْطَرَتْ. قَالَ: وَاللَّهِ مَا رَأَيْنَا الشَّمْسَ سِتًّا. ثُمَّ دَخَلَ رَجُلٌ مِنْ ذَلِكَ الْبَابِ فِي الْجُمُعَةِ الْمُقْبِلَةِ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَائِمٌ يَخْطُبُ فَاسْتَقْبَلَهُ قَائِمًا فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلَكَتْ الْأَمْوَالُ وَانْقَطَعَتْ السُّبُلُ فَادْعُ اللَّهَ يُمْسِكْهَا. قَالَ: فَرَفَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَيْهِ ثُمَّ قَالَ: اللَّهُمَّ حَوَالَيْنَا وَلَا عَلَيْنَا اللَّهُمَّ عَلَى الْآكَامِ وَالْجِبَالِ وَالْآجَامِ وَالظِّرَابِ وَالْأَوْدِيَةِ وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ. قَالَ: فَانْقَطَعَتْ وَخَرَجْنَا نَمْشِي فِي الشَّمْسِ
    “Ada seorang laki-laki masuk ke dalam masjid pada hari Jumat dari pintu yang berhadapan dengan mimbar, sedangkan saat itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sedang berdiri menyampaikan khutbah. Orang itu kemudian menghadap ke arah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sambil berdiri seraya berkata, “Wahai Rasulullah, hewan ternak telah binasa dan jalan-jalan terputus. Maka mintalah kepada Allah agar menurunkan hujan kepada kami!” Anas berkata, “Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengangkat kedua tangannya seraya berdoa: “ALLAHUMMASQINA, ALLAHUMMASQINA, ALLAHUMMASQINA (Ya Allah berilah kami hujan, Ya Allah berilah kami hujan, Ya Allah berilah kami hujan).”
    Anas melanjutkan kisahnya, “Demi Allah, sebelum itu kami tidak melihat sedikitpun awan baik yang tebal maupun yang tipis. Juga tidak ada antara tempat kami dan bukit itu rumah atau bangunan satupun.” Anas berkata, “Tiba-tiba dari bukit itu tampaklah awan bagaikan perisai. Ketika sudah membumbung sampai ke tengah langit, awan itupun menyebar dan hujan pun turun.” Anas melanjutkan, “Demi Allah, sungguh kami tidak melihat matahari selama enam hari.” Anas berkata selanjutnya, “Kemudian pada Jumat berikutnya, ada seorang lelaki lagi yang masuk dari pintu yang sama sementara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sedang berdiri menyampaikan khutbahnya. Kemudian orang itu menghadap beliau sambil berdiri seraya berkata, “Wahai Rasulullah, harta benda telah binasa dan jalan-jalanpun terputus. Maka mintalah kepada Allah agar menahan hujan!” Anas berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lantas mengangkat kedua tangannya seraya berdoa: “Ya Allah turunkanlah hujan di sekitar kami saja dan jangan membahayakan kami. Ya Allah turunkanlah dia di atas bukit-bukit, gunung-gunung, bendungan air (danau), dataran tinggi, jurang-jurang yang dalam serta pada tempat-tempat tumbuhnya pepohonan.” Anas berkata, “Maka hujan berhenti. Kami lalu keluar berjalan-jalan di bawah sinar matahari.”
    (HR. Al-Bukhari no. 1013 dan Muslim no. 897)




    Penjelasan ringkas:
    Istisqa` adalah doa atau permintaan kepada Allah agar Dia berkenan untuk menurunkan hujan ke bumi. Karenanya istisqa` bisa didahului oleh shalat terlebih dahulu sebagaimana yang akan datang keterangannya dan bisa juga langsung berdoa kepada Allah dengan doa yang tersebut di atas tanpa ada shalat terlebih dahulu sebagaimana yang tersebut dalam hadits di atas, dimana Nabi shallallahu alaihi wasallam langsung meminta hujan tanpa mengawalinya dengan shalat istisqa`.
    Kisah di atas merupakan salah satu dari sekian banyak tanda-tanda kenabian Nabi shallallahu alaihi wasallam, dimana Allah menampakkan kepada para sahabat bahwa Dia selalu menjaga dan mendengarkan doa dari Nabi-Nya.
    Dalam hadits di atas juga terdapat pelajaran penting lainnya, di antaranya:
    a.    Disyariatkannya istisqa` pada shalat jumat jika memang dibutuhkan.
    b.    Larangan berbicara ketika imam berkhutbah hanya berlaku antara sesama jamaah, adapun pembicaraan yang terjadi antara khatib dan jamaah, maka tidak termasuk dalam larangan tersebut.
    c.    Di antara adab dan sebab terkabulnya doa adalah mengangkat kedua tangan. Silakan baca adab-adab doa lainnya di sini: http://al-atsariyyah.com/?p=1715
    d.    Disunnahkan dalam berdoa untuk mengulangi doanya sebanyak tiga kali.
    e.    Sunnah fi’liah (perbuatan) yang menunjukkan Allah berada di atas langit, hal itu karena beliau shallallahu alaihi wasallam mengangkat tangannya ke atas.
    f.    Disyariatkan untuk meminta kepada Allah agar hujan tidak turun atau dihentikan jika hujan tersebut mendatangkan mudharat.

    Sumber: http://al-atsariyyah.com/istisqa-di-hari-jumat.html





     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih telah membaca artikel kami. Silahkan berkomentar dengan sopan.